Rabu, 26 Juni 2013

IMPLEMENTASI KEKUASAAN NEGARA DALAM SISTEM KETATAGERAAN



A. Pendahuluan
Kekuasaan negara merupakan obyek telaah oleh para ilmuan hukum dan kenegaraan dari masa ke masa yang terus berkembang. Istilah “kekuasaan negara” bukan saja dikaji berdasarkan konsep teoritis, tapi pengkajian terhadap kekuasaan negara dimaksudkan bagaimana kekuasaan dalam negara agar suatu negara yang berdaulat dapat menjalankan fungsi negara dalam rangka mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh seluruh rakyat.
Perkembangan zaman selalu saja mewarnai konsep dan pelaksanaan kekuasaan negara secara praktis oleh pemerintah sebagai alat perlengkapan negara. Setiap ruang/wilayah dan waktu/zaman selalu dipengaruhi oleh dinamika sosial, politik, ideologi, serta tujuan dan cita-cita masyarakat melahirkan kondisi sehingga melahirkan kondisi yang berbeda di setiap zaman dan tempat yang berbeda. Faktor inilah yang menyebabkan banyaknya konsep tentang kekuasaan negara terutama mengenai jumlah dan organ pelaksana dari kekuasaan tersebut.
Perbedaan pandangan antara beberapa ahli hukum mengenai kekuasaan negara disebabkan oleh selain sudut pandangan yang berbeda, juga disebabkan oleh zaman dan wilayah yang berbeda, oleh karena itu sistem ketatanegaraan Indonesia yang menjadi acuan untuk melahirkan konsep baru tentang kekuasaan negara dan bagaimana kekuasaan itu dijalankan. Kekuasaan negara di Indonesia menurut Jimly Asshiddiqie bahwa ajaran kedaulatan Tuhan, kedaulatan hukum, dan kedaulatan rakyat berlaku secara silmultan dan pemikiran bangsa Indonesia tentang kekuasaan.
Negara Indonesia memiliki banyak lembaga negara. Lembaga negara tersebut merupakan implementasi kedaulatan rakyat Indonesia. Keberadaan lembaga-lembaga negara dalam rangka menjalankan roda pemerintahan untuk mencapai tujuan masyarakat sebagaimana termuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam perkembangannya bahwa lembaga-lembaga negara yang menjalankan kekuasaan negara yang dibentuk sebelumnya tidak cukup untuk menjalankan pemerintahan dan menjamin seluruh kepentingan masyarakat Indonesia.
Bentuk kewenangan yang dimiliki oleh lembaga negara sebelumnya tidak menjamin adanya pemerintahan yang demokratis dan mengekang kebebasan hak-hak dasar masyarakat, sehingga pasca reformasi sistem ketatanegaraan Indonesia berubah secara drastis, salah satu indikatornya adalah berubahnya struktur ketatanegaraan, wewenang sebagian lembaga negara serta bertambahnya jumlah lembaga negara yang ada.
Bertambahnya jumlah lembaga negara yang ada melahirkan pemikiran baru yang menyatakan bahwa teori tradisional yang menyatakan tiga kekuasaan negara sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan ketatanegaraan dewasa ini, termasuk sistem ketatanegaraan Indonesia yang sudah jauh melenceng dari teori tiga kekuasaan baik yang sifatnya pemisahan maupun pembagian. Bahkan beberapa negara modern yang demokrasinya sudah matang seperti: Inggris, Perancis, Italia, Jerman, Amerika, pelaksanaan kekuasaan negara dilakukan oleh banyak lembaga negara, yang dikategorikan sebagai lembaga negara utama (Primary State Organs) dan lembaga negara bantu atau penunjang (Auxiliary State Organs). Kekuasaan negara seperti yang disebutkan sebelumnya, yaitu fungsi legislative, fungsi executive, fungsi judicative, fungsi federative atau terkait dengan hubungan luar negeri, financial, fungsi polisi, fungsi defensive, pada dasarnya telah menjadi bagian dari tugas pemerintahan dalam negara konstitusional modern.
Hasil pemikiran mengenai jumlah kekuasaan dalam negara dilahirkan oleh beberapa ahli hukum dan kenegaraan dengan konsep yang berbeda antara satu sama lain. Teori tentang adanya kekuasaan dalam negara yang harus dibagi-bagi lahir di Eropa Barat. Pandangan ini muncul sebagai reaksi terhadap kekuasaan raja yang absolute yang bertujuan untuk mencegah tumbuhnya kekuasaan di tangan satu orang, selain itu agar terdapat jaminan terhadap hak-hak asasi manusia.
Beberapa ahli hukum mengemukakan konsep kekuasaan negara diantaranya adalah John Locke, Montesquieu, C.F. Strong, C. Van Vollenhoven, dan Logemann. Locke mengatakan bahwa dalam suatu negara, kekuasaan-kekuasaan dibagi tiga yaitu legislative, eksekutif, dan federatif. Legislative adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang, eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, federatif adalah kekuasaan yang meliputi kekuasaan yang mengenai perang dan damai, membuat perserikatan dan aliansi serta segala tindakan dengan semua orang dan badan-badan di luar negeri. Pemikiran ini ditulis dalam bukunya yang berjudul “two trities on civil government”.
Montesquieu mengatakan bahwa disetiap negara selalu terdapat tiga cabang kekuasaan yang diorganisasikan ke dalam struktur pemerintahan yaitu legislative power (kekuasaan untuk membentuk undang-undang), executive power (kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang), dan judicative power (kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang). Ia mengatakan bahwa ketiga jenis kekuasaan tersebut harus dipegang dan dijalankan oleh sebuah lembaga negara dimana masing-masing lembaga negara harus terpisah antara satu sama lain baik orang yang duduk dalam lembaga tersebut maupun dalam hal pelaksanaan kewenangan atau fungsinya. Sebelum Montesquieu fungsi negara itu telah dikenal sejak lama di negara Perancis pada abad XVI, yang terdiri dari lima yaitu : fungsi diplomatie, fungsi defencie, fungsi financie, fungsi justicie, fungsi policie.
C.F. Strong mengemukakan bahwa pemerintahan terdiri dari kekuasaan legislative, eksekutif, dan yudikatif : “…government……it must have legislative power, executive power, and judicial power, which we may call the three departments of government”. Ketiga kekuasaan dalam pemerintahan itu, semuanya berperan dalam pelaksanaan kedaulatan negara modern. Ketiga kekuasaan tersebut selalu berhubungan erat satu sama lain, bahkan di beberapa negara hubungan antara ketiganya lebih erat walaupun memiliki perbedaan.
Konsep tentang kekuasaan negara juga dikemukakan Cornelis Van Vollenhoven. Pemikiran dari sarjana Belanda ini juga terinspirasi oleh pemikiran Montesquieu, akan tetapi ia memisahkan badan/kekuasaan kepolisian yang terpisah secara khusus. Sedangkan kekuasaan melaksanakan undang-undang hanya meliputi executive power saja, sehingga fungsi maupun organ pemerintahan itu menurutnya merupakan catur praja yang terdiri dari : pertama adalah regeling (tugas legislative) yang berfungsi membuat undang-undang dalam arti formil maupun materil; Kedua, bestuur (tugas eksekutif) yakni memelihara kepentingan umum dengan sungguh-sungguh. Eksekutif atau bestuur tidak hanya melaksanakan undang-undang saja tetapi secara umum dapat dikatakan memperhatikan secara aktif dan bebas semua kebutuhan masyarakat; ketiga adalah justitie/recht-spraak (tugas yudikatif) yakni menyelesaikan tugas pertikaian dalam peradilan perdata dan pidana; dan keempat, politie (tugas kepolisian) yang merupakan pemisahan khusus dari bestuur, yakni mengawasi pelaksanaan peraturan-peraturan hukum oleh warga negara individual, mempertahankan hak-hak baik secara preventif, menyelesaikan pertikaian dalam peradilan pidana, memelihara ketentraman dan keamanan.
Dikatakan bahwa kekuasaan itu harus dipisahkan (separation of power), kenyataannya dalam praktek pelaksanaan ketatanegaraan semua negara tidak dapat melaksanakannya pemisahan kekuasaan secara penuh. Jimly Asshiddiqie dalam bukunya perkembangan dan konsolidasi lembaga negara pasca reformasi menyatakan bahwa konsep trias politika yang dikemukakan oleh Montesquieu sudah tidak relevan lagi dewasa ini, mengingat bahwa sangat tidak mungkin urusan pemerintahan dalam negara hanya dijalankan secara ekslusif oleh salah satu atau ketiga lembaga negara. Dalam kenyataannya menunjukkan bahwa ketiga cabang kekuasaan itu mustahil tidak saling bersentuhan, dan bahkan ketiganya bersifat sederajat dan saling mengendalikan sesuai dengan prinsip Checks and Balances.
Perkembangan kehidupan ketatanegaraan dewasa ini yang cukup berbeda dengan kehidupan ketatanegaraan pada masa-masa sebelumnya. Struktur organisasi negara termasuk bentuk-bentuk dan fungsinya mengalami perkembangan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yakni, pertama adanya kehendak untuk membangun pemerintahan yang demokratis dengan menganut sistem Cheeks and Balances yang setara dan seimbang diantara cabang-cabang kekuasaan, kedua mewujudkan supremasi hukum dan keadilan, ketiga menjamin dan melindungi hak-hak asasi manusia. Keempat adalah dikarenakan perkembangan masyarakat baik secara ekonomi, politik, dan sosial budaya, serta pengaruh globalisme dan lokalisme.
Sistem ketatanegaraan Indonesia tidak terlepas dari pengembangan konsep trias politika yang dikembangkan oleh John Locke, Montesquieu, dan pengaruh dari model ketatanegaraan negara Belanda. Dalam perkembangan ketatanegaraan, Indonesia menjadi contoh negara demokrasi bagi negara-negara modern di abad 21, yang memiliki 18 lembaga negara. Ada beberapa lembaga negara yang disebut sebagai institusi politik (political institutions) dan beberapa lembaga yang disebut sebagai alat kelengkapan negara. Bertambahnya jumlah lembaga negara yang ada melahirkan pemikiran baru sebagaimana pendapat Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa teori tradisional yang menyatakan tiga kekuasaan negara sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan ketatanegaraan dewasa ini, termasuk sistem ketatanegaraan Indonesia yang sudah jauh melenceng dari teori tiga kekuasaan baik yang sifatnya pemisahan maupun pembagian. Jadi jika dikatakan bahwa kekuasaan negara itu terdiri dari tiga, empat atau juga lima yang dijalankan oleh suatu institusi politik, namun kenyataannya secara kelembagaan, jumlah lembaga negara di Indonesia yang disebutkan dalam UUD 1945 melebihi dari lima lembaga negara.
Masalah dalam tulisan ini dibatasi pada dua hal yakni : pertama, fungsi negara menurut UUD 1945 yang sesuai dengan tujuan berdirinya negara Indonesia, dan kedua adalah bagaimana fungsi negara tersebut dijalankan melalui lembaga-lembaga negara dan alat-alat kelengkapan negara. Adapun tujuan dari tulisan ini adalah mendeskripsikan fungsi negara berdasarkan tujuan negara yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, dan mendeskripsikan hubungan kekuasaan antarlembaga negara dalam rangka menjalankan fungsi negara.
B. Pembahasan
Istilah Fungsi dan kekuasaan negara
“Kekuasaan” adalah kemampuan untuk memaksakan kehendak, artinya jika seseorang dikatakan mempunyai kekuasaan terhadap orang lain, maka orang yang berkuasa itu mampu untuk memaksakan kehendaknya terhadap orang lain itu. Menurut Abu Daud Busroh bahwa landasan kekuasaan adalah adanya rasa takut oleh setiap orang terhadap ancaman apabila tidak melakukan sesuatu.
Dalam KBBI istilah “kekuasaan” mempunyai banyak arti diantaranya adalah “kemampuan orang/sekelompok orang untuk menguasai orang/kelompok lain berdasarkan wewenang, kharisma, atau kekuatan fisik”. Istilah “kekuasaan” juga diartikan sebagai “kewenangan atas sesuatu untuk memerintah, mewakili, atau mengurus sesuatu”.
Menurut Hans Kelsen bahwa kekuasaan mempunyai dua makna yang berbeda, yaitu Pertama kekuasaan negara terhadap rakyat untuk menundukan diri sebagai validitas dan efektifitas tata hukum nasional, artinya rakyat harus mengakui eksistensi dari kekuasaan negara sebagai wujud pengakuan terhadap eksistensi dan pelaksanaan hukum secara evektivitas dalam suatu negara. Pengertian yang kedua adalah ketika orang berbicara tentang ketiga kekuasaan negara, maka kekuasaan dipahami sebagai fungsi dari negara.
Jadi istilah kekuasaan adalah pengertian yang terakhir dimana “kekuasaan” identik dengan “kewenangan” atau “fungsi”. Kewenangan merupakan wujud nyata dari kekuasaan. Jadi kekuasaan diwujudkan dalam bentuk adanya kewenangan dan tugas.
Negara adalah suatu organisasi diantara kelompok atau beberapa kelompok manusia yang bersama-sama mendiami suatu wilayah atau teritorial tertentu dengan mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia tadi.
Negara menurut H.J.W. Hetherington : “Institusi atau seperangkat institusi yang menyatukan penduduknya dalam satu wilayah teritorial yang ditandai secara jelas dibawah otoritas tunggal untuk menjamin tercapainya tujuan dasar dan kondisi kehidupan bersama”. Yang dimaksud dengan “penyatuan kekuasaan komunitas” dan “otiritas tunggal” dalam pandangan tersebut adalah kekuasaan (authority) untuk membuat hukum atau undang-undang.
Dalam pandangan tradisional seperti yang dikemukakan oleh John Locke, Montesquieu, Van Vollenhoven, Logemann, Hans Kelsen, dan C.F. Strong, kekuasaan atau kewenangan negara dianggap sebagai fungsi negara. Fungsi negara diwujudkan dalam bentuk lembaga-lembaga negara sebagai alat perlengkapan negara. Antara kekuasaan dan negara tidak dapat dipisahkan. Mengenai hubungan kekuasaan dan negara dikemukakan oleh Strong C.F. Strong bahwa kekuasaan dalam suatu negara adalah sesuatu yang sangat penting, antara kekuasaan dan negara merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Negara harus memiliki otoritas atau kekuasaan tertinggi untuk membuat dan melaksanakan undang-undang. Pemerintah merupakan alat kelengkapan negara, karena negara tidak dapat eksis tanpa adanya Pemerintah. Pada hakikatnya Pemerintah adalah kekuasaan yang teroganisir. Oleh karena itu pembentukan lembaga negara selalu terkait dengan sistem penyelenggaraan negara. Jadi penyelenggaraan negara dilakukan berdasarkan fungsi/kekuasaan/kewenangan.
Fungsi negara menurut teori hukum
Negara menurut H.J.W. Hetherington adalah Institusi atau seperangkat institusi yang menyatukan penduduknya dalam satu wilayah territorial yang ditandai secara jelas dibawah otoritas tunggal untuk menjamin tercapainya tujuan dasar dan kondisi kehidupan bersama. Adapun tujuan dibentuknya negara adalah untuk rakyat, sebagaimana pendapat strong tentang keberadaan negara, bahwa : “In a properly organized political community the state exist for society and not society for the state………”. Pembentukan negara tidal lain untuk kepentingan rakyat. Jika tujuan negara sebagaimana yang tertera dalam dua pendapat tersebut, maka tujuan terbentuknya negara Indonesia merupakan tujuan bersama masyarakat secara kolektif.
Kekuasaan negara secara internal yaitu kekuasaan yang dimiliki oleh negara (yang diwakili oleh pemerintah dalam arti yang luas) terhadap masyarakat yang ada dalam negara tersebut. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi yang dimiliki negara, dipegang oleh alat-alat perlengkapan negara atau lembaga/badan/organ negara untuk menjalankan negara tersebut guna mencapai tujuannya. Biasanya tujuan setiap negara tercantum dalam konstitusi atau Undang-Undang Dasarnya. Jadi lembaga negara yang lazim disebut dengan alat-alat perlengkapan negara adalah institusi-institusi yang dibentuk guna melaksanakan fungsi-fungsi negara.
Tujuan negara sebagai cita-cita politik masyarakat digambarkan dalam konstitusi atau Undang-Undang Dasar suatu negara. A.A.H. Struycken yang dikutip oleh Sri Sumantri mengatakan bahwa konstitusi merupakan dokumen formal yang berisi beberapa hal, yaitu :
1. pertama, hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau.
2. Kedua, tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.
3. Ketiga, pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan baik waktu sekarang maupun untuk masa yang akan datang.
4. Keempat, suatu keinginan dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin. Demikian halnya dengan isi UUD 1945, memuat empat unsur sebagaimana yang dikemukakan oleh Struycken.
Ada empat tujuan utama dibentuknya negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945, yakni : pertama melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kedua, memajukan kesejahteraan umum, Ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan keempat yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Berdasarkan tujuan tersebut, maka fungsi atau kekuasaan negara dalam konteks Indonesia adalah :
1. fungsi atau kekuasaan untuk melindungi bangsa Indonesia baik wilayah maupun rakyatnya.
2. fungsi atau kekuasaan dalam rangka menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara keseluruhan.
3. fungsi atau kekuasaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dalam hal ini masyarakat.
4. fungsi atau kekuasaan untuk melaksanakan ketertiban dunia.
Untuk mencapai keempat tujuan tersebut, negara membentuk alat-alat kelengkapan guna menjalankan roda pemerintahan. Alat-alat kelengkapan negara berbentuk lembaga negara yang dibentuk oleh UUD 1945. Kedaulatan diberikan oleh masyarakat agar negara menjalankan tugas dan kewenangan dalam rangka mencapai tujuan yang dicita-citakan bersama. Dalam menjalankan tugas dalam rangka menegakkan kepentingan masyarakat, maka negara memerlukan kekuasaan. Kekuasaan negara merupakan kedaulatan yang diperoleh dari masyarakat dan diwujudkan melalui tugas dan kewenangan alat-alat perlengkapan atau organ negara.
Pelaksanaan fungsi negara menurut UUD 1945
Kekuasaan tertinggi (kedaulatan) negara Indonesia berada ditangan rakyat sebagaimana pasal 1 ayat 2 UUD 1945 dinyatakan bahwa : “kedaulatan berada di tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Pelaksanaan kekuasaan rakyat itu dilakukan menurut UUD 1945. Undang-Undang Dasar telah membentuk sebanyak 18 lembaga negara, masing-masing lembaga negara ada yang disebutkan kewenangannya dalam UUD 1945 dan ada juga kewenangannya diatur dengan undang-undang.
Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa alat-alat perlengkapan suatu negara atau yang disebut dengan lembaga negara adalah institusi-institusi yang dibentuk guna melaksanakan fungsi-fungsi negara. Jadi Perlu ditekankan disini bahwa yang dimaksudkan dengan “kekuasaan negara” adalah kekuasaan negara yang dijalankan oleh lembaga-lembaga negara, pelaksanaan kekuasaan negara oleh lembaga/organ negara dalam rangka menjamin sistem pemerintahan yang demokratis untuk mencapai tujuan negara sebagai cita-cita masyarakat secara kolektif.
Jadi yang dimaksud “kekuasaan negara” adalah kewenangan yang dimiliki oleh lembaga dalam pengertian bukan hanya institusi politik tetapi dalam pengertian lembaga negara utama (primary state organ) dan lembaga negara penunjang (auxiliary state organ) yang terwujud dalam tugas dan kewenangannya masing-masing. Sehingga untuk menentukan jumlah kekuasaan negara kita akan meninjau dari aspek tugas dan wewenang yang dimiliki oleh setiap lembaga negara, baik lembaga negara utama maupun lembaga negara yang sifatnya penunjang.
Strong menganggap pemerintah (government) sebagai kekuasaan yang terorganisir, sebagai pemegang kekuasaan untuk menjalankan negara. Jadi pemerintah memiliki pengertian yang lebih luas dan mempunyai beberapa kekuasaan yang diberikan, dalam rangka menjaga keamanan dan pertahanan di dalam di luar negeri, sehingga pemerintah bukan hanya memiliki kekuasaan bidang legislative, eksekutif, dan yudikatif saja, tapi juga harus memiliki kekuatan militer dan kekuasaan financial.
Kekuasaan negara adalah kemampuan negara untuk mempengaruhi orang atau kelompok masyarakat. Kekuasaan negara berarti kemampuan negara untuk mengurus sesuatu dalam bidang pemerintahan. Pihak yang melaksanakan kekuasaan negara adalah pemerintah dalam arti luas. Jadi kekuasaan negara terwujud dalam tugas dan wewenang yang dimiliki oleh pemerintah. Kekuasaan negara adalah kekuasaan yang tertinggi yang disebut kedaulatan.
Negara Indonesia merupakan manifestasi dari konsep kedaulatan Tuhan, kedaulatan rakyat, dan kedaulatan hukum yang berlaku secara simultan dalam ketatanegaraan Indonesia. Konsep bernegara dalam masyarakat Indonesia dilandasi oleh kesadaran atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara Indonesia terbentuk karena adanya kesadaran tentang persamaan senasib oleh rakyat Indonesia, sehingga melahirkan perjanjian bersama diantara berbagai suku untuk membentuk negara yakni negara Indonesia. Oleh karena itu kekuasaan negara dalam konteks ke-Indonesiaan diperoleh dari rakyat Indonesia secara keseluruhan dan dilaksanakan berdasarkan hukum.
Pemerintahan Indonesia juga dibentuk berdasarkan atas persetujuan dari wakil-wakil dari seluruh daerah di Indonesia. Pemerintah Indonesia dibentuk dengan empat tujuan utama yaitu pertama, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kedua, memajukan kesejahteraan umum. Ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa. Keempat ikut melaksanakan ketertiban dunia. Proses pelaksanaan pemerintahan dilakukan oleh pemerintah dalam arti yang luas yang berdasarkan hukum sebagai implementasi dari konsep negara hukum. Proses pelaksanaan sistem pemerintahan juga dilakukan atas dasar prinsip-prinsip demokratis.
Pemerintah dalam arti luas adalah lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lembaga yudikatif yang juga disebut sebagai lembaga negara. Ada 18 lembaga atau organ negara yang dibentuk dengan UUD 1945, yaitu : Majelis Permusyawaratan Rakyat (the people’s consultative assembly), Dewan Perwakilan Rakyat (the people’s representative council), Dewan Perwakilan Daerah (the council of representative of the regions), Lembaga Kepresidenan (the executive power) terdiri dari Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Konstitusi (constitutional court), Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan (supreme audit board), Komisi Yudisial, Kementrian negara (ministers of state) terdiri dari departemen-departemen dan non departemen, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten dan kota, DPRD provinsi, DPRD kabupaten dan kota, komisi pemilihan umum, bank sentral (central bank), Tentara Nasional Indonesia (the Indonesian national military), Kepolisian Negara Republik Indonesia (the Indonesian national police), dan Dewan Pertimbangan Presiden. Masing-masing lembaga atau organ tersebut menjalankan fungsi atau kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif atau sebagian termasuk dalam kategori lembaga eksekutif, lembaga eksekutif, atau juga lembaga yudikatif.
Pimpinan tertinggi lembaga atau organ eksekutif adalah Presiden yang dibantu oleh wakil Presiden. Dalam proses pelaksanaan pemerintahan ada beberapa lembaga atau organ yang berada dibawah Presiden, yaitu lembaga Kementrian negara yang terdiri dari departemen dan non departemen, POLRI, TNI. Kementrian negara diantaranya adalah Departemen pertahanan, Kepolisian negara Republik Indonesia, Departemen dalam negeri, Departemen luar negeri, Departemen keuangan, departemen pendidikan nasional, dan lain-lain. Walaupun departemen-departemen tersebut berada dibawah eksekutif, namun Masing-masing menjalankan fungsi yang berbeda antara satu sama lain. TNI dan POLRI tidak disebut sebagai kekuasaan tersendiri karena pelaksanaan tugas kedua lembaga tersebut tergantung dari Presiden sehingga disebut bagian dari lembaga eksekutif. Demikian juga dengan departemen luar negeri yang menjalankan kekuasaan hubungan luar negeri, departemen keuangan yang menjalankan kekuasaan di bidang financial, dan masih banyak departemen-departemen lain yang menjalankan fungsi yang berbeda satu sama lain.
Fungsi atau kekuasaan negara yang berada dibawah kendali Lembaga Eksekutif tertinggi adalah Fungsi pertahanan, keamanan, keuangan, educative, federative, dan administrasi. Lembaga Eksekutif juga memiliki kewenangan legislatif yaitu melalui pembuatan peraturan pemerintah, peraturan Presiden, atau pembentukan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Pemikiran Kelsen bahwa legislatif pada zaman Romawi merupakan Legis Lasio yaitu kewenangan membentuk hukum. Kata “hukum” berarti meliputi semua peraturan perundang-undangan, baik undang-undang yang bersifat umum maupun peraturan-peraturan yang mengatur hal-hal yang bersifat khusus.
Lembaga-lembaga atau organ legislatif adalah MPR, DPR, dan DPD. Lembaga-lembaga tinggi negara ini juga menjalankan fungsi atau kekuasaan membentuk undang-undang atau kewenangan legislatif, selain itu DPR dan DPD masing-masing mempunyai fungsi atau kekuasaan memberi pertimbangan atau consultative, pengawasan atau controlling, dan memberi pertimbangan atau Consultative. Fungsi legislatif dari MPR adalah mengubah dan menetapkan UUD, fungsi legislatif dari DPR dan DPD adalah membentuk undang-undang bersama Presiden. Fungsi konsultatif dari DPR adalah memberi pertimbangan dan persetujuan pada Presiden dalam menetapkan kebijakan strategis misalnya pengangkatan duta dan konsul, menyatakan perang dan damai, dan lain-lain. Fungsi konsultatif dari DPD adalah memberi pertimbangan terhadap DPR dalam membentuk undang-undang yang terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah. Fungsi controlling dari DPR adalah kewenangannya untuk mengawasi Presiden beserta menteri-menterinya dalam melaksanakan undang-undang, sedangkan fungsi controlling dari DPD adalah kewenangannya untuk mengawasi eksekutif atas pelaksanaan undang-undang yang terkait dengan otonomi daerah.
Lembaga atau organ yudikatif adalah Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial. Sebenarnya komisi yudisal hanyalah lembaga penunjang dalam bidang yudikatif karena fungsinya bersifat tidak mengadili. Lembaga MA selain memiliki fungsi atau kekuasaan yudikatif, lembaga ini juga mempunyai kekuasaan legislatif misalnya ketika memutuskan bahwa suatu undang-undang bertentangan dengan UUD dengan menafsirkan muatan UUD. Lembaga MA selain memiliki fungsi yudikatif, lembaga ini juga mempunyai fungsi di bidang legislatif yaitu ketika memutus kasus kongkrit yang berdasarkan kebiasaan, atau putusannya dijadikan yurisprudensi. Menurut Kelsen bahwa vonis pengadilan yang berdasarkan hukum kebiasaan dan putusan yang menjadi yurisprudensi adalah proses yang sama dengan pembentukan undang-undang oleh Lembaga Legislatif.
Fungsi atau kekuasaan negara yang diwakili oleh pemerintah melalui lembaga-lembaga negara di Indonesia adalah:
1. Fungsi legislative yaitu kekuasaan membuat hukum. Kekuasaan ini dijalankan oleh lembaga atau organ negara berupa MPR, Presiden, DPR, DPD, MA dan lembaga peradilan yang berada dibawahnya, Mahkamah Konstitusi, serta lembaga-lembaga atau organ lainnya yang dibentuk berdasarkan UUD.
2. Fungsi executive dalam arti khusus, yaitu kekuasaan melaksanakan hukum dalam pengertian pengambilan kebijakan tingkat tertinggi yang dilakukan oleh Presiden dan wakil Presiden atau para Menteri.
3. Fungsi administrative yaitu kekuasaan untuk melaksanakan tata administrasi dalam pemerintahan. Kekuasaan ini dijalankan oleh pegawai negara yang berada pada departemen-departemen pemerintahan.
4. Fungsi judicative yaitu kekuasaan mengadili terhadap setiap orang yang melanggar hukum. Kekuasaan ini berada di tangan Mahkamah Agung dan seluruh peradilan yang berada dibawahnya serta Mahkamah Konstitusi.
5. Fungsi financial, yaitu kekuasaan untuk mengatur keuangan negara yang dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral dan penggunaan keuangan negara dilakukan melalui departemen keuangan sebagai bagian dari lembaga eksekutif.
6. Fungsi politie atau kemanan, yaitu kekuasaan untuk menjaga ketertiban hukum dalam masyarakat dengan tujuan menjamin keamanan dan ketentraman warga negara. Kekuasaan ini berada di tangan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sebagai bagian dari Lembaga eksekutif.
7. Fungsi defensive yaitu kekuasaan di bidang pertahanan negara dalam rangka menjaga kedaulatan negara secara eksternal berupa invansi oleh negara lain. Kekuasaan ini dipegang oleh Tentara Nasional Indonesia yang juga merupakan bagian dari Lembaga Eksekutif.
8. Fungsi federative yaitu kekuasaan untuk mengadakan hubungan kerja sama dengan negara-negara lain, baik di bidang ekonomi, politik, terutama untuk menciptakan perdamaian dunia. Kekuasaan ini dijalankan oleh departemen luar negeri dan kedutaan besar yang berada dibawah lembaga Eksekutif.
9. Fungsi educative sebagaimana tujuan negara Indonesia. Fungsi ini dilakukan oleh departemen pendidikan nasional yang berada dibawah kendali Presiden.
Daftar Pustaka
Abu Daud Busroh dan Abubakar Busroh, Asas-Asas Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, cet.1, Jakarta, 1983.
Arifin, Firmansyah dkk, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional kerjasama dengan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, cet.1, Jakarta, 2005.
Ateng Syafrudin, Hand Out and Course Materials Hukum Pemerintahan Daerah, Program Pascasarjana Ilmu Hukum, Unpad, Bandung.
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Sidwick & Jackson Limited, London, 1963.
Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945, FH-UII Press, cet. 2, Jogyakarta, 2005.
———————,Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Konstitusi Press, Jakarta, 2006.
John Locke, Concerning Civil Government, Second Essay: An Essay Concerning the True Original Extent and End of Civil Government, the Pennsylvania State University, 1690.
M. Solly Lubis, Ilmu Negara, Alumni, Bandung, 1981.
Muh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi HTN FH-UI, cet.7, Jakarta, 1988.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bhakti, cet.5, Bandung, 2000.
Sjachran Basah, Ilmu Negara (Pengantar, Metode, dan Sejarah Perkembangan), PT. Citra Aditya Bhakti, cet.8. Bandung, 1997.
Strong, C.F., Modern Political Constitution, Sidwig & Jhon Limited, London, 1966.
Titi Triwulan Tutik, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara, Prestasi Pustaka, cet.2, Jakarta, 2006.
W. Friedman, Legal Theory, Stevens and Sons Limited, London, 1960
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Tata Negara Indonesia, PT. Dian Rakyat, cet.6, Jakarta, 1989.

1 komentar:

  1. Izin copas kak tulisannya, namun tetap mencantumkan sumber

    BalasHapus