A. Pendahuluan
Kekuasaan negara merupakan obyek telaah oleh para ilmuan hukum dan
kenegaraan dari masa ke masa yang terus berkembang. Istilah “kekuasaan negara”
bukan saja dikaji berdasarkan konsep teoritis, tapi pengkajian terhadap
kekuasaan negara dimaksudkan bagaimana kekuasaan dalam negara agar suatu negara
yang berdaulat dapat menjalankan fungsi negara dalam rangka mencapai tujuan
yang dicita-citakan oleh seluruh rakyat.
Perkembangan zaman selalu saja mewarnai konsep dan pelaksanaan kekuasaan
negara secara praktis oleh pemerintah sebagai alat perlengkapan negara. Setiap
ruang/wilayah dan waktu/zaman selalu dipengaruhi oleh dinamika sosial, politik,
ideologi, serta tujuan dan cita-cita masyarakat melahirkan kondisi sehingga
melahirkan kondisi yang berbeda di setiap zaman dan tempat yang berbeda. Faktor
inilah yang menyebabkan banyaknya konsep tentang kekuasaan negara terutama
mengenai jumlah dan organ pelaksana dari kekuasaan tersebut.
Perbedaan pandangan antara beberapa ahli hukum mengenai kekuasaan negara
disebabkan oleh selain sudut pandangan yang berbeda, juga disebabkan oleh zaman
dan wilayah yang berbeda, oleh karena itu sistem ketatanegaraan Indonesia yang
menjadi acuan untuk melahirkan konsep baru tentang kekuasaan negara dan
bagaimana kekuasaan itu dijalankan. Kekuasaan negara di Indonesia menurut Jimly
Asshiddiqie bahwa ajaran kedaulatan Tuhan, kedaulatan hukum, dan kedaulatan
rakyat berlaku secara silmultan dan pemikiran bangsa Indonesia tentang
kekuasaan.
Negara Indonesia memiliki banyak lembaga negara. Lembaga negara tersebut
merupakan implementasi kedaulatan rakyat Indonesia. Keberadaan lembaga-lembaga
negara dalam rangka menjalankan roda pemerintahan untuk mencapai tujuan
masyarakat sebagaimana termuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam
perkembangannya bahwa lembaga-lembaga negara yang menjalankan kekuasaan negara
yang dibentuk sebelumnya tidak cukup untuk menjalankan pemerintahan dan
menjamin seluruh kepentingan masyarakat Indonesia.
Bentuk kewenangan yang dimiliki oleh lembaga negara sebelumnya tidak
menjamin adanya pemerintahan yang demokratis dan mengekang kebebasan hak-hak
dasar masyarakat, sehingga pasca reformasi sistem ketatanegaraan Indonesia
berubah secara drastis, salah satu indikatornya adalah berubahnya struktur
ketatanegaraan, wewenang sebagian lembaga negara serta bertambahnya jumlah
lembaga negara yang ada.
Bertambahnya jumlah lembaga negara yang ada melahirkan pemikiran baru yang
menyatakan bahwa teori tradisional yang menyatakan tiga kekuasaan negara sudah
tidak relevan lagi dengan perkembangan ketatanegaraan dewasa ini, termasuk
sistem ketatanegaraan Indonesia yang sudah jauh melenceng dari teori tiga
kekuasaan baik yang sifatnya pemisahan maupun pembagian. Bahkan
beberapa negara modern yang demokrasinya sudah matang seperti: Inggris,
Perancis, Italia, Jerman, Amerika, pelaksanaan kekuasaan negara dilakukan oleh
banyak lembaga negara, yang dikategorikan sebagai lembaga negara utama (Primary
State Organs) dan lembaga negara bantu atau penunjang (Auxiliary State
Organs). Kekuasaan negara seperti yang disebutkan sebelumnya, yaitu fungsi
legislative, fungsi executive, fungsi judicative, fungsi federative atau
terkait dengan hubungan luar negeri, financial, fungsi polisi, fungsi
defensive, pada dasarnya telah menjadi bagian dari tugas pemerintahan dalam
negara konstitusional modern.
Hasil pemikiran mengenai jumlah kekuasaan dalam negara dilahirkan oleh
beberapa ahli hukum dan kenegaraan dengan konsep yang berbeda antara satu sama
lain. Teori tentang adanya kekuasaan dalam negara yang harus dibagi-bagi lahir
di Eropa Barat. Pandangan ini muncul sebagai reaksi terhadap kekuasaan raja
yang absolute yang bertujuan untuk mencegah tumbuhnya kekuasaan di tangan satu
orang, selain itu agar terdapat jaminan terhadap hak-hak asasi manusia.
Beberapa ahli hukum mengemukakan konsep kekuasaan negara diantaranya adalah
John Locke, Montesquieu, C.F. Strong, C. Van Vollenhoven, dan Logemann. Locke
mengatakan bahwa dalam suatu negara, kekuasaan-kekuasaan dibagi tiga yaitu
legislative, eksekutif, dan federatif. Legislative adalah kekuasaan untuk
membuat undang-undang, eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan
undang-undang, federatif adalah kekuasaan yang meliputi kekuasaan yang mengenai
perang dan damai, membuat perserikatan dan aliansi serta segala tindakan dengan
semua orang dan badan-badan di luar negeri. Pemikiran ini ditulis dalam bukunya
yang berjudul “two trities on civil government”.
Montesquieu mengatakan bahwa disetiap negara selalu terdapat tiga cabang
kekuasaan yang diorganisasikan ke dalam struktur pemerintahan yaitu legislative
power (kekuasaan untuk membentuk undang-undang), executive power
(kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang), dan judicative power (kekuasaan
untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang). Ia mengatakan bahwa ketiga jenis
kekuasaan tersebut harus dipegang dan dijalankan oleh sebuah lembaga negara
dimana masing-masing lembaga negara harus terpisah antara satu sama lain baik
orang yang duduk dalam lembaga tersebut maupun dalam hal pelaksanaan kewenangan
atau fungsinya. Sebelum Montesquieu fungsi negara itu telah dikenal
sejak lama di negara Perancis pada abad XVI, yang terdiri dari lima yaitu :
fungsi diplomatie, fungsi defencie, fungsi financie, fungsi
justicie, fungsi policie.
C.F. Strong mengemukakan bahwa pemerintahan terdiri dari kekuasaan
legislative, eksekutif, dan yudikatif : “…government……it must have
legislative power, executive power, and judicial power, which we may call the
three departments of government”. Ketiga kekuasaan dalam pemerintahan itu,
semuanya berperan dalam pelaksanaan kedaulatan negara modern. Ketiga kekuasaan
tersebut selalu berhubungan erat satu sama lain, bahkan di beberapa negara
hubungan antara ketiganya lebih erat walaupun memiliki perbedaan.
Konsep tentang kekuasaan negara juga dikemukakan Cornelis Van Vollenhoven.
Pemikiran dari sarjana Belanda ini juga terinspirasi oleh pemikiran
Montesquieu, akan tetapi ia memisahkan badan/kekuasaan kepolisian yang terpisah
secara khusus. Sedangkan kekuasaan melaksanakan undang-undang hanya meliputi
executive power saja, sehingga fungsi maupun organ pemerintahan itu menurutnya
merupakan catur praja yang terdiri dari : pertama adalah regeling (tugas
legislative) yang berfungsi membuat undang-undang dalam arti formil maupun
materil; Kedua, bestuur (tugas eksekutif) yakni memelihara kepentingan
umum dengan sungguh-sungguh. Eksekutif atau bestuur tidak hanya melaksanakan
undang-undang saja tetapi secara umum dapat dikatakan memperhatikan secara
aktif dan bebas semua kebutuhan masyarakat; ketiga adalah
justitie/recht-spraak (tugas yudikatif) yakni menyelesaikan tugas
pertikaian dalam peradilan perdata dan pidana; dan keempat, politie (tugas
kepolisian) yang merupakan pemisahan khusus dari bestuur, yakni mengawasi
pelaksanaan peraturan-peraturan hukum oleh warga negara individual,
mempertahankan hak-hak baik secara preventif, menyelesaikan pertikaian dalam
peradilan pidana, memelihara ketentraman dan keamanan.
Dikatakan bahwa kekuasaan itu harus dipisahkan (separation of power),
kenyataannya dalam praktek pelaksanaan ketatanegaraan semua negara tidak dapat
melaksanakannya pemisahan kekuasaan secara penuh. Jimly Asshiddiqie dalam
bukunya perkembangan dan konsolidasi lembaga negara pasca reformasi menyatakan
bahwa konsep trias politika yang dikemukakan oleh Montesquieu sudah tidak
relevan lagi dewasa ini, mengingat bahwa sangat tidak mungkin urusan
pemerintahan dalam negara hanya dijalankan secara ekslusif oleh salah satu atau
ketiga lembaga negara. Dalam kenyataannya menunjukkan bahwa ketiga cabang
kekuasaan itu mustahil tidak saling bersentuhan, dan bahkan ketiganya bersifat
sederajat dan saling mengendalikan sesuai dengan prinsip Checks and
Balances.
Perkembangan kehidupan ketatanegaraan dewasa ini yang cukup berbeda dengan
kehidupan ketatanegaraan pada masa-masa sebelumnya. Struktur organisasi negara
termasuk bentuk-bentuk dan fungsinya mengalami perkembangan. Hal ini disebabkan
oleh beberapa hal yakni, pertama adanya kehendak untuk membangun
pemerintahan yang demokratis dengan menganut sistem Cheeks and Balances yang
setara dan seimbang diantara cabang-cabang kekuasaan, kedua mewujudkan
supremasi hukum dan keadilan, ketiga menjamin dan melindungi hak-hak
asasi manusia. Keempat adalah dikarenakan perkembangan masyarakat
baik secara ekonomi, politik, dan sosial budaya, serta pengaruh globalisme dan
lokalisme.
Sistem ketatanegaraan Indonesia tidak terlepas dari pengembangan konsep
trias politika yang dikembangkan oleh John Locke, Montesquieu, dan pengaruh
dari model ketatanegaraan negara Belanda. Dalam perkembangan ketatanegaraan,
Indonesia menjadi contoh negara demokrasi bagi negara-negara modern di abad 21,
yang memiliki 18 lembaga negara. Ada beberapa lembaga negara yang disebut
sebagai institusi politik (political institutions) dan beberapa lembaga
yang disebut sebagai alat kelengkapan negara. Bertambahnya jumlah lembaga
negara yang ada melahirkan pemikiran baru sebagaimana pendapat Jimly
Asshiddiqie menyatakan bahwa teori tradisional yang menyatakan tiga kekuasaan
negara sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan ketatanegaraan dewasa ini,
termasuk sistem ketatanegaraan Indonesia yang sudah jauh melenceng dari teori
tiga kekuasaan baik yang sifatnya pemisahan maupun pembagian.
Jadi jika dikatakan bahwa kekuasaan negara itu terdiri dari tiga, empat atau
juga lima yang dijalankan oleh suatu institusi politik, namun kenyataannya
secara kelembagaan, jumlah lembaga negara di Indonesia yang disebutkan dalam
UUD 1945 melebihi dari lima lembaga negara.
Masalah dalam tulisan ini dibatasi pada dua hal yakni : pertama, fungsi
negara menurut UUD 1945 yang sesuai dengan tujuan berdirinya negara Indonesia,
dan kedua adalah bagaimana fungsi negara tersebut dijalankan melalui
lembaga-lembaga negara dan alat-alat kelengkapan negara. Adapun tujuan dari
tulisan ini adalah mendeskripsikan fungsi negara berdasarkan tujuan negara yang
tercantum dalam pembukaan UUD 1945, dan mendeskripsikan hubungan kekuasaan
antarlembaga negara dalam rangka menjalankan fungsi negara.
B. Pembahasan
Istilah Fungsi dan kekuasaan negara
“Kekuasaan” adalah kemampuan untuk memaksakan kehendak, artinya jika
seseorang dikatakan mempunyai kekuasaan terhadap orang lain, maka orang yang berkuasa
itu mampu untuk memaksakan kehendaknya terhadap orang lain itu. Menurut Abu
Daud Busroh bahwa landasan kekuasaan adalah adanya rasa takut oleh setiap orang
terhadap ancaman apabila tidak melakukan sesuatu.
Dalam KBBI istilah “kekuasaan” mempunyai banyak arti diantaranya adalah
“kemampuan orang/sekelompok orang untuk menguasai orang/kelompok lain
berdasarkan wewenang, kharisma, atau kekuatan fisik”. Istilah “kekuasaan” juga
diartikan sebagai “kewenangan atas sesuatu untuk memerintah, mewakili, atau mengurus
sesuatu”.
Menurut Hans Kelsen bahwa kekuasaan mempunyai dua makna yang berbeda, yaitu
Pertama kekuasaan negara terhadap rakyat untuk menundukan diri sebagai
validitas dan efektifitas tata hukum nasional, artinya rakyat harus mengakui
eksistensi dari kekuasaan negara sebagai wujud pengakuan terhadap eksistensi
dan pelaksanaan hukum secara evektivitas dalam suatu negara. Pengertian yang
kedua adalah ketika orang berbicara tentang ketiga kekuasaan negara, maka
kekuasaan dipahami sebagai fungsi dari negara.
Jadi istilah kekuasaan adalah pengertian yang terakhir dimana “kekuasaan”
identik dengan “kewenangan” atau “fungsi”. Kewenangan merupakan wujud nyata
dari kekuasaan. Jadi kekuasaan diwujudkan dalam bentuk adanya kewenangan dan
tugas.
Negara adalah suatu organisasi diantara kelompok atau beberapa kelompok
manusia yang bersama-sama mendiami suatu wilayah atau teritorial tertentu
dengan mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan
keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia tadi.
Negara menurut H.J.W. Hetherington : “Institusi atau seperangkat
institusi yang menyatukan penduduknya dalam satu wilayah teritorial yang
ditandai secara jelas dibawah otoritas tunggal untuk menjamin tercapainya
tujuan dasar dan kondisi kehidupan bersama”. Yang dimaksud dengan
“penyatuan kekuasaan komunitas” dan “otiritas tunggal” dalam pandangan tersebut
adalah kekuasaan (authority) untuk membuat hukum atau undang-undang.
Dalam pandangan tradisional seperti yang dikemukakan oleh John Locke, Montesquieu,
Van Vollenhoven, Logemann, Hans Kelsen, dan C.F. Strong, kekuasaan atau
kewenangan negara dianggap sebagai fungsi negara. Fungsi negara diwujudkan
dalam bentuk lembaga-lembaga negara sebagai alat perlengkapan negara. Antara
kekuasaan dan negara tidak dapat dipisahkan. Mengenai hubungan kekuasaan dan
negara dikemukakan oleh Strong C.F. Strong bahwa kekuasaan dalam suatu negara
adalah sesuatu yang sangat penting, antara kekuasaan dan negara merupakan dua
hal yang tidak bisa dipisahkan.
Negara harus memiliki otoritas atau kekuasaan tertinggi untuk membuat dan
melaksanakan undang-undang. Pemerintah merupakan alat kelengkapan negara,
karena negara tidak dapat eksis tanpa adanya Pemerintah. Pada hakikatnya
Pemerintah adalah kekuasaan yang teroganisir. Oleh karena itu pembentukan
lembaga negara selalu terkait dengan sistem penyelenggaraan negara. Jadi
penyelenggaraan negara dilakukan berdasarkan fungsi/kekuasaan/kewenangan.
Fungsi negara menurut teori hukum
Negara menurut H.J.W. Hetherington adalah Institusi atau seperangkat
institusi yang menyatukan penduduknya dalam satu wilayah territorial yang
ditandai secara jelas dibawah otoritas tunggal untuk menjamin tercapainya
tujuan dasar dan kondisi kehidupan bersama. Adapun tujuan dibentuknya negara
adalah untuk rakyat, sebagaimana pendapat strong tentang keberadaan negara,
bahwa : “In a properly organized political community the state exist for
society and not society for the state………”. Pembentukan negara tidal lain
untuk kepentingan rakyat. Jika tujuan negara sebagaimana yang tertera dalam dua
pendapat tersebut, maka tujuan terbentuknya negara Indonesia merupakan tujuan
bersama masyarakat secara kolektif.
Kekuasaan negara secara internal yaitu kekuasaan yang dimiliki oleh negara
(yang diwakili oleh pemerintah dalam arti yang luas) terhadap masyarakat yang
ada dalam negara tersebut. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi yang dimiliki
negara, dipegang oleh alat-alat perlengkapan negara atau lembaga/badan/organ
negara untuk menjalankan negara tersebut guna mencapai tujuannya. Biasanya
tujuan setiap negara tercantum dalam konstitusi atau Undang-Undang Dasarnya.
Jadi lembaga negara yang lazim disebut dengan alat-alat perlengkapan negara
adalah institusi-institusi yang dibentuk guna melaksanakan fungsi-fungsi negara.
Tujuan negara sebagai cita-cita politik masyarakat digambarkan dalam
konstitusi atau Undang-Undang Dasar suatu negara. A.A.H. Struycken yang dikutip
oleh Sri Sumantri mengatakan bahwa konstitusi merupakan dokumen formal yang
berisi beberapa hal, yaitu :
1. pertama, hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau.
2. Kedua, tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan
bangsa.
3. Ketiga, pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan baik
waktu sekarang maupun untuk masa yang akan datang.
4. Keempat, suatu keinginan dengan mana perkembangan kehidupan
ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin. Demikian halnya dengan isi UUD 1945,
memuat empat unsur sebagaimana yang dikemukakan oleh Struycken.
Ada empat tujuan utama dibentuknya negara Indonesia sebagaimana tercantum
dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945, yakni : pertama melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kedua, memajukan
kesejahteraan umum, Ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan keempat
yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Berdasarkan tujuan tersebut, maka fungsi atau kekuasaan negara dalam
konteks Indonesia adalah :
1. fungsi atau kekuasaan untuk melindungi bangsa Indonesia baik wilayah
maupun rakyatnya.
2. fungsi atau kekuasaan dalam rangka menciptakan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat secara keseluruhan.
3. fungsi atau kekuasaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dalam
hal ini masyarakat.
4. fungsi atau kekuasaan untuk melaksanakan ketertiban dunia.
Untuk mencapai keempat tujuan tersebut, negara membentuk alat-alat
kelengkapan guna menjalankan roda pemerintahan. Alat-alat kelengkapan negara
berbentuk lembaga negara yang dibentuk oleh UUD 1945. Kedaulatan diberikan oleh
masyarakat agar negara menjalankan tugas dan kewenangan dalam rangka mencapai
tujuan yang dicita-citakan bersama. Dalam menjalankan tugas dalam rangka
menegakkan kepentingan masyarakat, maka negara memerlukan kekuasaan. Kekuasaan
negara merupakan kedaulatan yang diperoleh dari masyarakat dan diwujudkan
melalui tugas dan kewenangan alat-alat perlengkapan atau organ negara.
Pelaksanaan fungsi negara menurut UUD 1945
Kekuasaan tertinggi (kedaulatan) negara Indonesia berada ditangan rakyat
sebagaimana pasal 1 ayat 2 UUD 1945 dinyatakan bahwa : “kedaulatan berada di
tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Pelaksanaan
kekuasaan rakyat itu dilakukan menurut UUD 1945. Undang-Undang Dasar telah
membentuk sebanyak 18 lembaga negara, masing-masing lembaga negara ada yang
disebutkan kewenangannya dalam UUD 1945 dan ada juga kewenangannya diatur
dengan undang-undang.
Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa alat-alat perlengkapan suatu negara
atau yang disebut dengan lembaga negara adalah institusi-institusi yang
dibentuk guna melaksanakan fungsi-fungsi negara. Jadi Perlu ditekankan disini
bahwa yang dimaksudkan dengan “kekuasaan negara” adalah kekuasaan negara yang
dijalankan oleh lembaga-lembaga negara, pelaksanaan kekuasaan negara oleh
lembaga/organ negara dalam rangka menjamin sistem pemerintahan yang demokratis
untuk mencapai tujuan negara sebagai cita-cita masyarakat secara kolektif.
Jadi yang dimaksud “kekuasaan negara” adalah kewenangan yang dimiliki oleh
lembaga dalam pengertian bukan hanya institusi politik tetapi dalam pengertian
lembaga negara utama (primary state organ) dan lembaga negara penunjang (auxiliary
state organ) yang terwujud dalam tugas dan kewenangannya masing-masing.
Sehingga untuk menentukan jumlah kekuasaan negara kita akan meninjau dari aspek
tugas dan wewenang yang dimiliki oleh setiap lembaga negara, baik lembaga
negara utama maupun lembaga negara yang sifatnya penunjang.
Strong menganggap pemerintah (government) sebagai kekuasaan yang
terorganisir, sebagai pemegang kekuasaan untuk menjalankan negara. Jadi
pemerintah memiliki pengertian yang lebih luas dan mempunyai beberapa kekuasaan
yang diberikan, dalam rangka menjaga keamanan dan pertahanan di dalam di luar
negeri, sehingga pemerintah bukan hanya memiliki kekuasaan bidang legislative,
eksekutif, dan yudikatif saja, tapi juga harus memiliki kekuatan militer dan
kekuasaan financial.
Kekuasaan negara adalah kemampuan negara untuk mempengaruhi orang atau
kelompok masyarakat. Kekuasaan negara berarti kemampuan negara untuk mengurus
sesuatu dalam bidang pemerintahan. Pihak yang melaksanakan kekuasaan negara
adalah pemerintah dalam arti luas. Jadi kekuasaan negara terwujud dalam tugas
dan wewenang yang dimiliki oleh pemerintah. Kekuasaan negara adalah kekuasaan
yang tertinggi yang disebut kedaulatan.
Negara Indonesia merupakan manifestasi dari konsep kedaulatan Tuhan,
kedaulatan rakyat, dan kedaulatan hukum yang berlaku secara simultan dalam
ketatanegaraan Indonesia. Konsep bernegara dalam masyarakat Indonesia dilandasi
oleh kesadaran atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara Indonesia terbentuk karena
adanya kesadaran tentang persamaan senasib oleh rakyat Indonesia, sehingga
melahirkan perjanjian bersama diantara berbagai suku untuk membentuk negara
yakni negara Indonesia. Oleh karena itu kekuasaan negara dalam konteks
ke-Indonesiaan diperoleh dari rakyat Indonesia secara keseluruhan dan
dilaksanakan berdasarkan hukum.
Pemerintahan Indonesia juga dibentuk berdasarkan atas persetujuan dari
wakil-wakil dari seluruh daerah di Indonesia. Pemerintah Indonesia dibentuk dengan
empat tujuan utama yaitu pertama, melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia. Kedua, memajukan kesejahteraan umum. Ketiga, mencerdaskan
kehidupan bangsa. Keempat ikut melaksanakan ketertiban dunia. Proses
pelaksanaan pemerintahan dilakukan oleh pemerintah dalam arti yang luas yang
berdasarkan hukum sebagai implementasi dari konsep negara hukum. Proses
pelaksanaan sistem pemerintahan juga dilakukan atas dasar prinsip-prinsip
demokratis.
Pemerintah dalam arti luas adalah lembaga legislatif, lembaga eksekutif,
dan lembaga yudikatif yang juga disebut sebagai lembaga negara. Ada 18 lembaga
atau organ negara yang dibentuk dengan UUD 1945, yaitu : Majelis
Permusyawaratan Rakyat (the people’s consultative assembly), Dewan
Perwakilan Rakyat (the people’s representative council), Dewan
Perwakilan Daerah (the council of representative of the regions),
Lembaga Kepresidenan (the executive power) terdiri dari Presiden dan
Wakil Presiden, Mahkamah Konstitusi (constitutional court), Mahkamah
Agung, Badan Pemeriksa Keuangan (supreme audit board), Komisi Yudisial,
Kementrian negara (ministers of state) terdiri dari
departemen-departemen dan non departemen, pemerintah daerah provinsi,
pemerintah daerah kabupaten dan kota, DPRD provinsi, DPRD kabupaten dan kota,
komisi pemilihan umum, bank sentral (central bank), Tentara Nasional
Indonesia (the Indonesian national military), Kepolisian Negara Republik
Indonesia (the Indonesian national police), dan Dewan Pertimbangan
Presiden. Masing-masing lembaga atau organ tersebut menjalankan fungsi atau
kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif atau sebagian termasuk dalam
kategori lembaga eksekutif, lembaga eksekutif, atau juga lembaga yudikatif.
Pimpinan tertinggi lembaga atau organ eksekutif adalah Presiden yang dibantu
oleh wakil Presiden. Dalam proses pelaksanaan pemerintahan ada beberapa lembaga
atau organ yang berada dibawah Presiden, yaitu lembaga Kementrian negara yang
terdiri dari departemen dan non departemen, POLRI, TNI. Kementrian negara
diantaranya adalah Departemen pertahanan, Kepolisian negara Republik Indonesia,
Departemen dalam negeri, Departemen luar negeri, Departemen keuangan,
departemen pendidikan nasional, dan lain-lain. Walaupun departemen-departemen
tersebut berada dibawah eksekutif, namun Masing-masing menjalankan fungsi yang
berbeda antara satu sama lain. TNI dan POLRI tidak disebut sebagai kekuasaan
tersendiri karena pelaksanaan tugas kedua lembaga tersebut tergantung dari
Presiden sehingga disebut bagian dari lembaga eksekutif. Demikian juga dengan
departemen luar negeri yang menjalankan kekuasaan hubungan luar negeri,
departemen keuangan yang menjalankan kekuasaan di bidang financial, dan masih
banyak departemen-departemen lain yang menjalankan fungsi yang berbeda satu
sama lain.
Fungsi atau kekuasaan negara yang berada dibawah kendali Lembaga Eksekutif
tertinggi adalah Fungsi pertahanan, keamanan, keuangan, educative,
federative, dan administrasi. Lembaga Eksekutif juga memiliki
kewenangan legislatif yaitu melalui pembuatan peraturan pemerintah,
peraturan Presiden, atau pembentukan peraturan pemerintah pengganti
undang-undang. Pemikiran Kelsen bahwa legislatif pada zaman Romawi merupakan Legis
Lasio yaitu kewenangan membentuk hukum. Kata “hukum” berarti meliputi semua
peraturan perundang-undangan, baik undang-undang yang bersifat umum maupun
peraturan-peraturan yang mengatur hal-hal yang bersifat khusus.
Lembaga-lembaga atau organ legislatif adalah MPR, DPR, dan DPD.
Lembaga-lembaga tinggi negara ini juga menjalankan fungsi atau kekuasaan membentuk
undang-undang atau kewenangan legislatif, selain itu DPR dan DPD
masing-masing mempunyai fungsi atau kekuasaan memberi pertimbangan atau consultative,
pengawasan atau controlling, dan memberi pertimbangan atau Consultative.
Fungsi legislatif dari MPR adalah mengubah dan menetapkan UUD,
fungsi legislatif dari DPR dan DPD adalah membentuk undang-undang bersama
Presiden. Fungsi konsultatif dari DPR adalah memberi pertimbangan dan
persetujuan pada Presiden dalam menetapkan kebijakan strategis misalnya pengangkatan
duta dan konsul, menyatakan perang dan damai, dan lain-lain. Fungsi konsultatif
dari DPD adalah memberi pertimbangan terhadap DPR dalam membentuk undang-undang
yang terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah. Fungsi controlling dari
DPR adalah kewenangannya untuk mengawasi Presiden beserta menteri-menterinya
dalam melaksanakan undang-undang, sedangkan fungsi controlling dari DPD
adalah kewenangannya untuk mengawasi eksekutif atas pelaksanaan undang-undang
yang terkait dengan otonomi daerah.
Lembaga atau organ yudikatif adalah Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi,
dan Komisi Yudisial. Sebenarnya komisi yudisal hanyalah lembaga penunjang dalam
bidang yudikatif karena fungsinya bersifat tidak mengadili. Lembaga MA selain
memiliki fungsi atau kekuasaan yudikatif, lembaga ini juga mempunyai kekuasaan
legislatif misalnya ketika memutuskan bahwa suatu undang-undang bertentangan
dengan UUD dengan menafsirkan muatan UUD. Lembaga MA selain memiliki fungsi
yudikatif, lembaga ini juga mempunyai fungsi di bidang legislatif yaitu ketika
memutus kasus kongkrit yang berdasarkan kebiasaan, atau putusannya dijadikan
yurisprudensi. Menurut Kelsen bahwa vonis pengadilan yang berdasarkan hukum
kebiasaan dan putusan yang menjadi yurisprudensi adalah proses yang sama dengan
pembentukan undang-undang oleh Lembaga Legislatif.
Fungsi atau kekuasaan negara yang diwakili oleh pemerintah melalui
lembaga-lembaga negara di Indonesia adalah:
1. Fungsi legislative yaitu kekuasaan membuat hukum. Kekuasaan ini
dijalankan oleh lembaga atau organ negara berupa MPR, Presiden, DPR, DPD, MA
dan lembaga peradilan yang berada dibawahnya, Mahkamah Konstitusi, serta
lembaga-lembaga atau organ lainnya yang dibentuk berdasarkan UUD.
2. Fungsi executive dalam arti khusus, yaitu kekuasaan melaksanakan
hukum dalam pengertian pengambilan kebijakan tingkat tertinggi yang dilakukan
oleh Presiden dan wakil Presiden atau para Menteri.
3. Fungsi administrative yaitu kekuasaan untuk melaksanakan tata
administrasi dalam pemerintahan. Kekuasaan ini dijalankan oleh pegawai negara
yang berada pada departemen-departemen pemerintahan.
4. Fungsi judicative yaitu kekuasaan mengadili terhadap setiap orang
yang melanggar hukum. Kekuasaan ini berada di tangan Mahkamah Agung dan seluruh
peradilan yang berada dibawahnya serta Mahkamah Konstitusi.
5. Fungsi financial, yaitu kekuasaan untuk mengatur keuangan negara
yang dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral dan penggunaan keuangan
negara dilakukan melalui departemen keuangan sebagai bagian dari lembaga
eksekutif.
6. Fungsi politie atau kemanan, yaitu kekuasaan untuk menjaga
ketertiban hukum dalam masyarakat dengan tujuan menjamin keamanan dan
ketentraman warga negara. Kekuasaan ini berada di tangan Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang sebagai bagian dari Lembaga eksekutif.
7. Fungsi defensive yaitu kekuasaan di bidang pertahanan negara
dalam rangka menjaga kedaulatan negara secara eksternal berupa invansi oleh
negara lain. Kekuasaan ini dipegang oleh Tentara Nasional Indonesia yang juga
merupakan bagian dari Lembaga Eksekutif.
8. Fungsi federative yaitu kekuasaan untuk mengadakan hubungan kerja
sama dengan negara-negara lain, baik di bidang ekonomi, politik, terutama untuk
menciptakan perdamaian dunia. Kekuasaan ini dijalankan oleh departemen luar
negeri dan kedutaan besar yang berada dibawah lembaga Eksekutif.
9. Fungsi educative sebagaimana tujuan negara Indonesia. Fungsi ini
dilakukan oleh departemen pendidikan nasional yang berada dibawah kendali
Presiden.
Daftar Pustaka
Abu Daud Busroh dan Abubakar Busroh, Asas-Asas Hukum Tata Negara,
Ghalia Indonesia, cet.1, Jakarta, 1983.
Arifin, Firmansyah dkk, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan
Antarlembaga Negara, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional kerjasama dengan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, cet.1, Jakarta, 2005.
Ateng Syafrudin, Hand Out and Course Materials Hukum Pemerintahan Daerah,
Program Pascasarjana Ilmu Hukum, Unpad, Bandung.
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Sidwick & Jackson
Limited, London, 1963.
Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan
dalam UUD 1945, FH-UII Press, cet. 2, Jogyakarta, 2005.
———————,Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
Konstitusi Press, Jakarta, 2006.
John Locke, Concerning Civil Government, Second Essay: An Essay
Concerning the True Original Extent and End of Civil Government, the
Pennsylvania State University, 1690.
M. Solly Lubis,
Ilmu Negara, Alumni, Bandung, 1981.
Muh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia, Pusat Studi HTN FH-UI, cet.7, Jakarta, 1988.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bhakti, cet.5,
Bandung, 2000.
Sjachran Basah, Ilmu Negara (Pengantar, Metode, dan Sejarah
Perkembangan), PT. Citra Aditya Bhakti, cet.8. Bandung, 1997.
Strong, C.F., Modern Political Constitution, Sidwig & Jhon
Limited, London, 1966.
Titi Triwulan Tutik, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara, Prestasi
Pustaka, cet.2, Jakarta, 2006.
W. Friedman, Legal Theory, Stevens and Sons Limited, London, 1960
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Tata Negara Indonesia, PT.
Dian Rakyat, cet.6, Jakarta, 1989.
Izin copas kak tulisannya, namun tetap mencantumkan sumber
BalasHapus