TAP MPR Kembali Masuk Dalam
Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan
Sekitar 7 tahun yang lalu pembentuk UU (DPR dan
pemerintah) mengeluarkan atau tidak memasukkan Tap MPR sebagai salah satu jenis
dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia dan hal itu sebagaimana
tertuang dalam Pasal 7 UU No 10 Tahun 2004. Dikeluarkannya atau tidak
dimasukkannya Tap MPR sebagai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan
tersebut tidak banyak diperdebatkan, meskipun sangat esensial bagi tertip dan kehidupan hukum di Indonesia.
Soal tata susunan (hierarki) norma hukum sangat
berpengaruh pada kehidupan hukum suatu negara, apalagi bagi negara yang
menyatakan dirinya sebagai negara hukum.
Susunan norma hukum dari negara manapun juga –termasuk Indonesia—selalu
berlapis-lapis atau berjenjang. Sejak Indonesia merdeka dan ditetapkannya
UUD 1945 sebagai konstitusi, maka sekaligus terbentuk pula sistem norma hukum negara
Indonesia.
Dalam kaitannya dengan sistem norma hukum di Indonesia
itu, maka Tap MPR merupakan salah satu norma hukum yang secara hirakhis
kedudukannya dibawah UUD 1945. Meskipun secara hirakhir Tap MPR berada
dibawah UUD 1945, namun Tap MPR selain masih bersifat umum dan garis besar dan
belum dilekatkan oleh sanksi pidana maupun sanksi pemaksa. Kemudian baik
UUD 1945 maupun Tap MPR dibuat atau ditetapkan oleh lembaga yang sama, yakni
MPR. Dalam hubungan ini keberadaan Tap MPR setingkat lebih rendah dari
UUD 1945 pada dasarnnya bisa dipahami dengan mengedepankan fungsi-fungsi yang
dimiliki MPR.
Dalam konteksnya dengan sistem norma hukum Indonesia
tersebut, berdasarkan TAP MPRS No.XX/MPRS/1966 dalam lampiran II-nya Tentang
Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan Indonesia berdasarkan UUD 1945
sebagai berikut;
- UUD 1945
- Ketetapan MPR
- Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
- Peraturan Pemerintah
- Keputusan Presiden
- Peraturan Pelaksana lainnya; seperti Peraturan Menteri, Instruksi Mentri dan lain-lainnya.
Demikian pula halnya setelah reformasi dan setelah UUD
1945, Tap MPR tetap ditempatkan sebagai salah satu jenis peraturan
perundang-undangan yang kedudukannya dibawah UUD 1945, walaupun ada perubahan
atas jenis peraturan perundang-undangan. Hal ini sebagaimana ddituangkan
dalam TAP MPR No III/MPR/2000 yang menyebutkan tata urutan Peraturan
Perundang-undangan sebagai berikut;
- UUD 1945
- Ketetapan MPR
- Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
- Peraturan Pemerintah
- Peraturan Presiden
- Peraturan Daerah
Dari kedua TAP MPR tersebut terlihat, bahwa
jenis dan tata urutan peraturan perundang-undangan TAP MPR tetap
dipandang sebagai suatu peraturan perundang-undangan yang penting .
Tetapi entah kenapa, keberadaan Tap MPR “dihilangkan” atau dikeluarkan
dari jenis dan tata urutan peraturan perundang-undangan di dalam UU No 10 Tahun
2004. Dalam hubungan ini, UU No 10 Tahun 2004 menyebutkan tata urutan peraturan
perundang-undangan sebagai berikut;
- UUD 1945
- UU/Peraturan Pemerinta Pengganti Undang-Undang
- Peraturan Pemerintah
- Peraturan Presiden
- Peraturan Daerah
Tidak jelas apa yang menjadi pertimbangan dari pembentuk UU No 10
Tahun 2004 tidak memasukkan Tap MPR sebagai salah jenis peraturan
perundang-undangan dalam tata urutan peraturan perundang-undangan. Dari
sisi yuridis tentu kebijakan dari pembentuk UU No 10 Tahun 2004 tentulah
suatu kebijakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip norma hukum yang
berjenjang, artinya ketentuan UU No 10 Tahun 2004 itu bertentangan dengan Tap
MPR No III/MPR/2000 yang berkedudukan lebih tinggi dari UU No 10 Tahun
2004. Tetapi yang pasti pembentukkan UU No 10 Tahun 2004 tersebut
sepertinya mengabaikan keberadaan Tap MPR No.III/MPR/2000, dimana dalam
konsideran UU No 1o Tahun 2004 tidak disebut-sebut TAP MPR No
III/MPR/2000 sebagai salah satu dasar dari pembentukan UU No. 10 Tahun 2004.
Tetapi anehnya dalam Penjelasannya disebutkan bahwa pembentukan UU No 10 Tahun
2004 itu guna memenuhi perintah ketentuan Pasal 6 tap MPR No
III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum Tertip Hukum.
Disisi lain, apa yang terjadi pada pembentukkan
UU No 10 Tahun 2004 yang mengeluarkan Tap MPR dari tata urutan peraturan
perundang-undangan sebagaimana telah ditetapkan dalam Tap MPRNo.III/MPR/2000
jelas memperlihatkan adanya ketidak-konsistenan pembentuk UU dalam membentuk
suatu UU dengan memperhatikan ketentuan yang sudah ada, apalagi berupa suatu
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya dari UU.
Kekeliruan mengeluarkan Tap MPR dari jenis dan tata
susunan peraturan perundang-undangan sejak diundangkannya UU No 10 Tahun 2004
itu akhirnya disadari pembentuk UU. Hal ini ditandai dengan di undangkannya
UU No 12 Tahun 2011 yang diundangkan tanggal 12 Agustus 2011 lalu yang
memaksukannya kembali Tap MPR sebagai salah satu jenis peraturan
perundang-undangan. Meskipun UU No 12 Tahun 2011 dalam pertimbangannya
menyebutkan dalam konsideran adanya kekurangan pada UU No 10 Tahun 2004,
namun sebenarnya lebih tepat kalau disebut adanya kekeliruan dalam menyusun dan
membentuk UU No 1o Tahun 2004, khususnya berkaitan dengan dikeluarkannya Tap
MPR sebagai salah satu jenis dan dari susunan peraturan perundang-undangan.
Dalam hubungan ini UU No 12 Tahun 2011 menyebutkan tata urutan peraturan
perundang-undangan sebagai berikut:
- UUD 1945
- Ketetapan MPR
- UU/peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
- Peraturan Pemerintah
- Peraturan Presiden
- Peraturan daerah Propinsi
- Peraturan Daerah Kabupaten /Kota.
Dalam UU No 12 Tahun 2011 tersebut ditegaskan pula,
bahwa kekuatan hukum peraturan perundang-undangan sesuai dengan hierarkinya.
Artinya ketentuan ini memulihkan kembali keberadaan Tap MPR sebagai peraturan
perundang-undangan yang kekuatan hukumnya lebih kuat dari UU. Tetapi disisi
lain, dengan dipecahnya kedudukan Peraturan Daerah yang tadinya dalam Tap MPR
No III/MPR/2000 hanya disebut Peraturan Daerah (Perda) saja tanpa membedakannya
Perda Propinsi dengan Perda Kabupaten/Kota. Dengan dipercahnya Perda
menjadi Perda Propinsi dan dibawahnya Perda kabupaten Kota, maka tentu
keberadaan Perda Kabupaten/Kota lebih rendak kedudukannya dari Perda Propinsi
dan sekaligus mengandung makna Perda kabupaten/Kota tidak boleh bertentangan
dengan Perda Propinsi. Sebelumnnya dalam UU No 1o Tahun 2004 dan sejalan
dengan Tap MPR No III/MPR/200 kedudukan Perda Propinsi maupun Perda Kabupaten
Kota berda dalam satu kotak dan tidak hirarkhis. Ini bahkan terlihat
jelas dalam ketentuan Pasal 7 ayat (5) UU No.10 Tahun 2004. Akan tetapi
dengan dipecahnya Perda menjadi Perda Propinsi dan Perda kabupaten Kota, scara
hierarkhi, maka secara tidak lansung terkait dengan persoalan regulasi dalam
implementasi otonomi daerah. Persoalan ini tentu menjadi masalah sendiri dan
akan kita bahas dalam kesempatan lain.
Kembali ke soal l Tap MPR yang sudah dimasukkan
kembali ke dalam tata urutan peraturan perundang-undangan dalam UU No 12 Tahun
2011. Suatu hal yang baru dalam UU No 12 Tahun 2011 adalah adanya peraturan
lain selain dari jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang sudah
disebutkan. Peraturan lain tersebut yakni mencakup peraturan yang ditetapkan
MPR, DPR, MA, MK, BPK, KY, BI, Menteri, Badan, Lembaga, atau komisi yang
setingkat yang dibentuk dengan UU , DPRD Pripvinsi, Gubernur, DPRD
Kabupaten Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Kedudukan dan
kekuatan hukum dari peraturan yang dibentuk lembaga-lembaga/instansi tersebut
diakui keberadaaannya dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat
sepanjang sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar