FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI PENYEBAB NASABAH TIDAK MELAKSANAKAN KEWAJIBANNYA PADA BANK
ANDRI YUSUF, SH.,
M.Kn
ABSTRAK
With amenity of bank
growth and accompanied by amenity of credit ekspansi, hence amount of credit
mount incisively (credit booming), and hereinafter the amount of credit have
problem also become to increase. Credit appearance have problem is often
started by various symptom and indication simply giving indicator (flag red) to
banking, by banking kaena in its applying of channeling of credit can map
factors becoming client cause do not execute its obligation at bank.
Dengan kemudahan perkembangan
bank dan diiringi kemudahan ekspansi
kredit, maka jumlah kredit meningkat secara tajam (booming kredit), dan selanjutnya jumlah kredit bermasalah juga
menjadi bertambah. Munculnya
kredit bermasalah sering dimulai dengan berbagai indikasi dan gejala sekedar
memberikan indikator (red flag) bagi perbankan, oleh
kaena perbankan dalam penerapannya penyaluran kredit dapat memetakan
faktor-faktor yang menjadi penyebab nasabah tidak melaksanakan kewajibannya
pada bank.
PENDAHULUAN
Dengan
semakin berkembangnya suatu kegiatan perekonomian atas perkembangan suatu
kegiatan usaha dari suatu perusahaan, maka akan dirasakan perlu adanya sumber-sumber
untuk penyediaan dana guna membiayai kegiatan usaha yang semakin berkembang
tersebut. Hingga dengan demikian dana
yang diperlukan untuk suatu kegiatan usaha dapatlah disebut juga sebagai faktor
produksi yang sejajar dengan faktor-faktor produksi lainnya seperti sumber bahan kerja, peralatan
mesin-mesin kerja, kemampuan teknologi.
Perbankan
merupakan salah satu sumber dana diantaranya dalam bentuk perkreditan bagi
masyarakat perorangan atau adanya usaha untuk memenuhi kebutuhan komsumsinya
atau meningkatkan produksinya. Kebutuhan
yang menyangkut kebutuhan produktif misalnya untuk meningkatkan dan memperluas
kegiatan usahanya. Kepentingan yang
bersifat komsumtif misalnya untuk
membeli rumah sehingga masyarakat dapat memanfaatkan pendanaan dari bank yang dikenal
dengan Kredit Kepemilikan Rumah yang disingkat KPR.
Perlu
dipahami bahwa sumber dana perbankan yang dipinjamkan kepada masyarakat dalam
bentuk kredit tersebut bukan dana milik bank sendiri karena modal perbankan yang sangat terbatas,
tetapi merupakan dana-dana masyarakat yang disimpan pada bank tersebut,
sehingga perbankan berusaha dan berlomba-lomba menarik dan mengumpulkan dana
masyarakat agar bersedia menyimpan dananya pada bank tersebut. Dana masyarakat
yang terkumpul dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu cukup lama merupakan
sumber utama bagi bank dalam menyalurkan kembali kepada masyarakat yang memerlukan
dalam bentuk pinjaman/kredit.
Di negara-negara
berkembang seperti Indonesia
ini, kegiatan bank terutama dalam pemberian kredit merupakan salah satu
kegiatan bank yang penting dan utama sehingga pendapatan dari kredit yang
berupa bunga merupakan komponen pendapatan paling besar dibandingkan dengan
pendapatan jasa-jasa diluar bunga kredit yang biasa disebut fee base
income.
Aspek
hukum merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam setiap transaksi
apapun termasuk pemberian kredit yang merupakan perbuatan hukum perjanjian
sehingga setiap analisis dan pejabat pengelolaan kredit harus dibekali dengan pengetahuan
hukum yang berkaitan dengan pemberian
kredit tersebut. Meskipun aspek-aspek diluar hukum telah memenuhi syarat tetapi aspek hukumnya tidak memenuhi syarat
atau tidak sah maka semua ikatan perjanjian dalam pemberian kredit dapat gugur
sehingga menyulitkan bank untuk menarik kembali kredit yang telah diberikan.
Berdasarkan
uraian diatas maka yang menjadi pertanyaan faktor-faktor apakah yang menjadi
penyebab nasabah tidak melaksanakan kewajibannya pada bank.
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
Terjadinya
kredit bermasalah jika dalam jumlah besar dapat menimbulkan petaka ekonomi.
Sementara itu bagi petugas bank melakukan analisis terhadap kredit bermasalah
berbeda dengan analisis kredit yang baru sama sekali. Ibarat membangun rumah,
adalah lebih mudah ditanah kosong, daripada menata kembali rumah yang sudah
tua. Ada tiga
penyebab utama munculnya kredit bermasalah :
1.
Lemahnya
aspek yuridis dalam memproses permintaan kredit daripada calon nasabah. Hal ini
menyangkut pengikatan barang jaminan sebagai agunan kredit. Adanya cacat hukum
karena kurang jelinya petugas bank dalam melakukan analisis.
2.
Lemahnya
pengawasan sejak dini, yaitu sejak kredit diberi putusan oleh pejabat bank yang
berwenang. Pada hal pengawasan adalah mutlak dilakukan, terutama disaat kredit
sudah berada ditangan nasabah, maka monitoring
harus dilaksanakan secara rutin.
3.
Lemahnya
pembinaan nasabah oleh bank dilapangan. Hal ini guna mempersempit peluang
debitur yang nakal melakukan itikad baiknya.
Penanganan
kredit bermasalah lebih rumit dibandingkan menganalisis kredit baru. Karena
menganalisis kredit bermasalah memerlukan :
- Ketajaman analisis, melebihi tajamnya analisis kredit biasa karena dalam pemohonan kredit mungkin petugas analisis dapat merekayasa data dan membuat analisis berdasarkan kasus yang sama dengan permohonan kredit lain. Sedangkan dalam kredit analisis bemasalah tidak dapat dilakukan secara “sablon” dan sama karena masalahnya lebih rumit dan hampir tidak ada yang sama.
2.
Kebaranian mental, melebihi keberanian
menganalisis kredit biasa. Karena kredit biasa dapat dihadapi dengan mental
yang normal, sedangkan kredit bermasalah harus ada semangat yang tinggi,
disertai dedikasi yang tinggi.
3.
Keseriusan penanganan, karena kredit biasa
dapat dilakukan lebih santai dan tenang. Sedangkan kredit bermasalah bagaikan
membedah pasien yang berpenyakit.
4.
Semangat kerja yang tinggi, karena kredit
biasa diperlukan semangat kerja yang normal pula. Tidaklah demikian kredit
bermasalah, petugas bank tidak boleh lekas berputus asa, harus benar-benar
tekun, dan percaya diri serta penuh semangat analisis yang benar-benar tepat.
Dengan kemudahan
perkembangan bank dan diiringi kemudahan ekspansi kredit, maka jumlah kredit
meningkat secara tajam (booming kredit), dan selanjutnya jumlah kredit
bermasalah juga menjadi bertambah.
Akibat langsung
terhadap perkreditan adalah terjadinya ekspansi kredit secara drastis. Rebutan
atau pembajakan pegawai dan nasabah,sehingga terjadi kelemahan dalam analisis
kredit atau lemahnya aspek pengamanan kredit.
Munculnya
kredit bermasalah sering dimulai dengan berbagai indikasi dan gejala sekedar
memberikan indikator (red flag) bagi
kita. Karena itu kredit bermasalah dapat diibaratkan sebagai suatu penyakit
yang perlu diwaspadai oleh dunia perbankan.
Petugas kredit harus mampu “membaca” situasi yang diberikan oleh
gejala-gejala tersebut. Gejala ini merupakan tanda bahaya yang sangat berguna
bagi bank dalam mengantisipasi munculnya kredit bermasalah, dan tanda bahaya
ini merupakan upaya peringatan dini (early
warning sign) akan situasi kredit. Karena kredit bermasalah itu sendiri
tidak muncul secara mendadak dan seketika. Umumnya tumbuh secara
bertahap,dengan memberikan beberapa gejala. Tanda-tanda tersebut seyogianya
harus dapat diketahui oleh petugas kredit bank dengan melakukan deteksi secara
dini. Ada beberapa sumber untuk melihat adanya gejala atau indikasi kredit
bermasalah, yaitu :
1. Perilaku Rekening (Account attitudes)
Berdasarkan
perilaku rekening nasabah pada bank tempat ia memperoleh kredit dapat dibaca
situasi yang memberikan indikasi bahwa kredit yang diperoleh nasabah ada gejala
masalah:
a. Saldo rekening sering mengalami over draf
Bila terjadi
overdraf adalah suatu hal yang dapat ditolerir dalam bisnis, namun jika sering
terjadi perlu diwaspadai kemungkinan menurunnya kemampuan finansial nasabah.
b.
Terjadi penurunan saldo secara mencolok
Turunnya saldo
secara mencolok dapat mengancam likuiditas
perusahaan, selanjutnya dapat mengganggu kelancaran roda perusahaan.
Bila nasabah dapat membuktikan bahwa menurunannya saldo secara mencolok menjadi
aset lain, seperti: membeli persediaan yang diharapkan segera dapat diolah dan
dijual, adalah tidak bermasalah. Tetapi jika menurunnya saldo untuk membiayai
operasional secara rutin maka hal ini perlu diwaspadai.
c.
Saldo giro rata-rata menurun
Menurunnya
saldo giro rata-rata perlu diwaspadai sebagai indikasi menurunnya likuiditas
perusahaan nasabah, karena gejala ini merupakan indikasi menurunnya kemampuan
keuangan nasabah.
d.
Pembayaran angsuran maupun bunga tersendat-sendat
Setiap nasabah
yang lancar usahanya dan baik itikadnya, maka ia selalu ingat akan selalu ingat
akan pembayaran bunga dan angsuran pinjaman. Adalah wajar jika terjadi sekali
dua kali keterlambatan. Hanya saja keterlambatan kesibukan rutin nasabah.
Tetapi jika terlambatnya sudah tidak wajar maka petugas bank harus waspada dan
bertanya-tanya, apakah gerangan yang menyebabkan keterlambatan tersebut.
e.
Sering mengajukan permintaan penundaan pembayaran
Umumnya jika
tidak ada gangguan kelancaran usaha, maka pembayaran kepada
bank juga lancar. Namun kadang-kadang bank bisa mentolerir jika nasabah
mohon dilakukan penundaan. Namun perlu juga diwaspadai, kemungkinan penundaan
sebagai bentuk ketidak lancaran usahanya.
f.
Terjadi penyimpangan penggunaan kredit
Setiap penggunaan
kredit sebelum direalisir dicantumkan dengan jelas dalam akad kredit tujuan
penggunaannya. Jika terjadi penyimpangan, perlu diwaspadai akan mungkin
terjadinya kredit bermasalah.
g.
Mengajukan perpanjangan kredit
Setiap terjadi
perpanjangan bukan selalu berarti akan terjadi kredit bermasalah. Jika
permohonan perpanjangan benar-benar demi kepentingan bisnis, seperti
peningkatan omzet, melakukan kontrak bisnis dengan pihak ketiga, maka
permohonan tersebut adalah wajar. Tetapi
jika alasan yang tidak jelas, maka perlu diwaspadai kemungkinan permohonan
perpanjangan sebagai upaya menutupi ketidak mampuan nasabah mengembalikan
kredit.
h.
Terlibat cek kosong
Melakukan
penarikan cek dengan nilai tidak mencukupi adalah suatu gejala yang tidak
sehat, bahkan bisa ditafsirkan sebagai karakter yang tidak baik dari pemilik
rekening. Kalau nasabah melakukan ini perlu diingatkan bahwa dia telah berbuat
sesuatu yang dapat menghilangkan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya.
i.
Hubungan dengan bank semakin renggang
Nasabah dan
bank sering diibatkan sebagai dua mitra yang saling membutuhkan bahkan ada yang
mengibaratkan sebagai suami istri yang harus saling terbuka dan saling
mendekati. Jika terjadi kerenggangan, perlu diwaspadai sebagai indikasi
menurunnya kemampuan usaha nasabah.
j.
Enggan dikunjungi
Jika nasabah
berada dalam situasi yang baik dan sehat dalam segala hal, ia merasa bangga dan
senang dikunjungi. Sebaliknya jika ia merasa enggan dikunjungi, pasti ada
sesuatu yang tidak beres. Bank harus mengejar permasalahan,ada apa dengan
keengganannya tersebut.
2. Perilaku Nasabah (customer attitudes)
Berdasarkan
perilaku nasabah dapat dibaca situasi yang memberikan indikasi bahwa kredit
yang diperoleh nasabah ada gejala bermasalah:
a. Kesehatan nasabah memburuk
Menurunnya
kesehatan fisik nasabah perlu diwaspadai. Karena dikhawatirkan menurun pula
tingkat kegiatan kerja dan produktivitas perusahaan.
b. Nasabah meninggal
Jika suatu
usaha dipegang oleh seorang nasabah atau one
man show, maka meninggalnya nasabah umumnya berakibat besar terhadap
kelancaran usaha nasabah.
c. Nasabah kalah judi
Kalah judi bisa
memberikan akibat negatif dalam berbagai sendi kehidupan termasuk pada dunia
usah nasabah. Jika ada berita bahwa
nasabah yang suka judi mengalami kekalahan,maka perlu diwaspadai kemungkinan
menyerempet kepada penggunaan kredit bank.
d. Terjadi sengketa rumah tangga
Jika sebuah
bisnis dikelola oleh keluarga, maka masalah yang terjadi dalam rumah tangga
berdampak besar terhadap perusahaan. Jika terjadi masalah rumah tangga nasabah,
bank perlu waspada kemungkinan dampak ini kepada kelancaran kredit.
e. Nasabah kawin lagi
Nasabah mau
kawin lagi adalah urusan pribadi yang mungkin dicampuri oleh bank. Tetapi perlu
diwaspadai, karena jika seorang dimabuk asmara,
maka ia menjadi mata gelapakan permintaan sang buah hatinya.
f. Telepon dari bank sering tidak dijawab
Jika lawan
bicara kita enggan menjawab telepon, berarti ia enggan dihubungi. Jika seorang
yang mempunyai kewajiban kepada bank, lalu enggan ditelepon bank, berarti ada
apa- apanya dengan kewajibannya tersebut.
g. Membeli aktiva tetap yang konsumtif
Ada kebiasaan seseorang
yang suka dengan kemewahan atau tidak mau ketinggalan mode. Ia selalu ingin
mengganti peralatan rumah tangganya dengan hal yang baru, seperti sofa, kursi
ukir, rumah baru, villa, sedan mutakhir.
h. Nasabah mempunyai kegiatan tertentu
Jika
nasabah melakukan kegiatan istimewa dan luar biasa serta diperkirakan
menggunakan dana yang cukup besar, perlu juga diwaspadai, seperti:
·
Dicalonkan
sebagai lurah, serta aktif dalam kampanye pemilihan tersebut.
·
Aktif
dalam kegiatan politik dan mengeluarkan biaya untuk kampanye golongannya.
3. Perilaku Kegiatan Bisnis ( Business activities attitudes )
Berdasarkan perilaku bisnis
nasabah dapat dibaca situasi yang memberikan indikasi bahwa kredit yang
diperoleh nasabah ada gejala bermasalah.
- Hubungan dengan pengecer menurun
Menurunnya hubungan antara
perusahaan nasabah dengan pengecernya, perlu diwaspadai. Mungkin terdapat
kekecewaan para pengecer mengenai diskon,pelayanan, tingkat harga, persyaratan
yang memberatkan. Jika ini terjadi maka hal ini perlu dicemaskan, bahwa
kemampuan nasabah dalam pemasaran akan menurun pula.
- Hubungan dengan pelanggan memburuk
Pelanggan
adalah pihak yang membuat perusahaan hidup. Jika hubungan dengan para pelanggan
karena berbagai hal seperti, pelayanan buruk, harga mahal, mutu rendah, maka
masa depan perusahaan bisa memburuk pula.
- Harga jual terlampau rendah
Rendahnya harga
jual jika itu ditafsirkan sebagai murah, maka dapat diartikan sebagai hal yang
positif. Tetapi murahnya harga jual karena tidak ada alternatif lain untuk
menghadapi persaingan, maka tindakan ini dapat membahayakan kemampuan perusahan
memperoleh keuntungan.
- Kehilangan hak sebagai distributor
Jika nasabah
adalah sebagai distributor, maka selagi ia tetap menjadi distributor berarti
selama itu memperoleh kepercayaan dari produsernya. Jika ia tidak lagi menjadi
distributor perlu dipertanyakan, dikhawatirkan ia akan kehilangan kepercayaan,
dan akan kehilangan sumber penghasilannya.
- Kehilangan pemasok utama
Kehilangan
pemasok utama dapat mengancam kelancaran usaha nasabah. Kehilangan ini dapat
terjadi dengan berbagai alasan, antara lain karena hilangnya kepercayaan
apemasok kepada nasabah.
- Kehilangan pelanggan utama
Kehilangan
pembeli utama dapat memukul suatu perusahaan, sehingga dapat menurunkan secara
drastis penjualannya.
- Mulai terlibat spekulasi bisnis
Jika suatu
perusahaan mencoba usaha lain yang bersifat spekulatif, maka hal itu perlu
diwaspadai sebagai gejala yang tidak sehat terhadap masa depan kredit. Sebagai
contoh perusahaan real estate yang
memperoleh kredit untuk membangun rumah,lalu menanamkan sebagian besar dananya
pada pembelian tanah, dengan harapan bisa dijual nantinya dengan harga mahal.
Tindakan ini mungkin dalam jangka panjang bisa menguntungkan nasabah, tetapi
bagi bank akan mengganggu kelancaran kredit jangka pendek.
- Hubungan dengan bank semakin renggang
Nasabah dan
bank sering diibatkan sebagai dua mitra yang saling membutuhkan,bahkan ada yang
mengibaratkan sebagai suami istri yang harus saling terbuka dan saling
mendekati. Jika terjadi kerenggangan, perlu diwaspadai sebagai indikasi
menurunnya kemampuan usaha nasabah.
- Enggan dikunjungi
Jika nasabah
berada dalam situasi yang baik dan sehat dalam segala hal, ia merasa bangga dan
senang dikunjungi. Sebaliknya jika ia merasa enggan dikunjungi, pasti ada
sesuatu yang tidak beres. Bank harus mengejar permasalahan,ada apa dengan
keengganannya tersebut.
- Keterlibatan dengan usaha lain
Pengembangan
usaha itu adalah wajar saja. Tetapi pengembangan usaha sebagai pelarian dari
usaha semula,merupakan indikasi bahwa ia telah gagal dalam usaha pokok yang
telah dibiayai oleh bank.
- Ada informasi negatif dari pihak luar
Selagi dari
pelanggan nasabah merasa puas, maka bank boleh merasa lega akan kelancaran
usaha nasabahnya. Tetapi jika terdapat informasi negatif dari pelanggan perlu diwaspadai, karena hal itu bisa
menjalar dan mengakibatkan nasabah kehilangan pelanggannya, yang berarti akan
berada diambang kerugian.
- Ada klaim dari pihak ketiga
Adanya tuntutan
pihak ketiga perlu diwaspadai sebagai indikasi bahwa kreditnya akan bermasalah,
seperti :
·
Klaim
pelanggan yang merasa telah dirugikan karena produknya telah mengecewakan dan
merugikan nasabahnya.
·
Klaim
relasi bisnis yang talah merasa dirugikan, sehingga hal itu bisa berbuntut
panjang menjadi perkara dipengadilan.
- Ada pemogokan buruh
Pemogokan buruh
jika dapat diatasi dengan baik,maka hal itu mungkin belum menimbulkan
masalah,tetapi jika berlangsung lama dapat melumpuhkan perusahaan. Atau mungkin diperoleh kata sepakat, misalnya
diterimanya usul kenaikan upah dan gaji buruh,mungkin mengganggu cash flow yang sudah dirancang saat pengajuan permohonan kredit.
- Nilai agunan menurun
Menurunnya
nilai agunan mungkin diakibatkan oleh berbagai peristiwa dan masalah :
·
Kurangnya
perawatan terhadap barang agunan.
·
Sebagian
barang agunan sengaja telah dirusak atau dijual kepada pihak lain.
- Terjadi sengketa diantara pemilik
Sengketa antara
pemilik dapat mengarah kepada perpecahan perusahaan.Jika ini terjadi maka masa
depan kredit bank pasti akan terganggu juga.
- Terjadi perselisihan di antara pengurus
Adanya
perselisihan di antara para pengurus perusahaan atau para anggota direksi,perlu
diwaspadai karena ini menyangkut kelancaran dan masa depan perusahan nasabah.
f. Perubahan
mendadak dalam manajemen
Terjadinya
perubahan manajemen secara mendadak, apalagi jika tidak diketahui bank perlu
diamati. Jika perubahan itu menjurus kepada hal yang positif, maka hal itu pasti pula memberikan akibat
positif bagi kredit bank. Tetapi perubahan mendadak karena adanya pergeseran,
dapat memberikan akibat berubahnya berbagai kebijakan peusahaan yang telah
disepakati antara bank dan nasabah.
g. Agunan hilang
Turunnya atau
hilangnya sebagian agunan perlu diwaspadai sebagai indikasi kredit bermasalah.
Karena nasabah yang jujur dan sukses tidak akan menemukan masalah tersebut.
h. Terlalu
optimis dengan laba
Nasabah yang
terlalu optimis terhadap perolehan laba perlu diwaspadai, karena optimis yang
berlebihan,nanti justu akan membuahkan kekecewaan dan kerugian bagi semua
pihak.
i. Nasabah
alih usaha pokok
Jika usaha
nasabah beralih kepada jenis usaha lain, berarti terdapat ketidakmampuan
nasabah mengelola jenis usaha yang telah dibiayai bank. Dan hal ini juga dapat
dikategorikan sebagai penyimpangan penggunaan kredit.
j. Mencari
pinjaman baru
Jika nasabah
berusaha mencari pinjaman baru, maka hal ini merupakan indikasi bahwa ia
kekurangan dana atau likuiditas.
k. Terjadi
kejenuhan pasar
Terjadinya
kejenuhan pasar dapat berakibat lesuhnya penjualan.Selanjutnya bermuara pada
turunnya kemampuan nasabah dalam membayar kreditnya kepada bank.
l. Biaya
produksi naik
Naiknya biaya
produksi perlu diwaspadai, karena bisa mengganggu tingkat keuntungan,yang
selanjutnya menggaggu kemampuan nasabah dalam mengembalikan kredit kepada bank.
m. Aktiva tetap
digunakan untuk membiayai operasi perusahaan
Sering terjadi
jika sebuah perusahan terganggu likuiditasnya,maka ia mncari pemecahan dengan mencairkan
sebagian aktiva tetapnya. Hal ini tidak berarti mesti buruk, namun perlu
dideteksi dan diwaspadai sebagai kemungkinan yang akan datang. Jika semata-mata
untuk mengatasi kesulitan likuiditas,dan ternyata dengan pencairan tersebut
debitur menemukan pemecahannya,maka berarti ia terlepas dari kesulitan. Tetapi
jika itu berjalan terus-menerus,maka hal ini bisa memberikan tanda bahaya.
4. Perilaku
laporan keuangan (financial statement attitudes)
Berdasarkan
perilaku keuangan nasabah dapat dibaca situasi yang memberikan indikasi bahwa
kredit yang diperoleh nasabah adalah gejala bermasalah.
- Likuiditas menurun
Setiap
perusahaan apa pun memerlukan likuiditas untuk membiayai operasional
perusahaannya. Perusahaan yang lancar dan dikelola dengan baik, maka ia selalu
memiliki kemampuan likuiditas. Jika terjadi kekurangan biaya operasional, maka
berarti perusahaan tersebut kekurangan likuiditas. Dan ini juga akan mengancam
kemampuannya membayar kewajibannya kepada bank.
- Perputaran piutang menurun
Perputaran piutang
atau receivable turn over merupakan unsur penting dalam menentukan dalam kelancaran
usaha nasabah. Makin tinggi perputaran piutang berarti makin lancar usaha
nasabah. Jika terjadi penurunan
perputaran berarti menurun pula kelancaran usaha nasabah.
- Rasio piutang lancar terhadap aset total meningkat
Jika
perbandingan antara piutang lancar terhadap asset total meningkat, perlu diwaspadai bahwa ada kemungkinan aktiva
lancar semakin tertumpuk pada tagihan.
- Piutang meningkat
Naiknya jumlah
piutang pada neraca, bisa sebagai indikasi tidak tertagihnya sebagian piutang.
Tidak tertagihnya piutang ini dapat mengancam kelancaran likuiditas dan
persediaan kas bagi perusahaan dalam memenuhi kewajibannya kepada pihak lain.
- Perputaran persediaan menurun
Perputaran
persediaan atau inventory turn over menggambarkan tingkat kelancaran usaha. Makin
tinggi perputaran,berarti makin tinggi pula tingkat kelancaran penjualan barang
. Jika terjadi penurunan perputaran,maka berarti menurun pula kelancaran penjualan barang.
- Rasio persediaan terhadap aset total meningkat
Meningkatnya
perbandingan persediaan terhadap asset total, perlu dipertanyakan. Jika
meningkatnya persediaan diimbangi dengan meningkatnya asset total,berarti suatu
perkembangan baik. Tetapi jika tidak dapat mengganggu cash ratio, yang selanjutnya mengganggu likuiditas perusahaan.
- Persediaan meningkat
Meningkatnya
persediaan dapat merupakan indikasi bahwa barang tersebut belum atau tidak
laku-laku. Sehingga angka persediaan tetap tinggi. Jika indikasi memang benar-benar
terjadi, maka ini berarti merugikan
perusahaan. Dan perusahaan sulit memperoleh likuiditas.
- Rasio aktiva lancar terhadap aktiva total menurun
Terjadinya
penurunan perbandingan aktiva lancar dengan total aktiva, dapat disebabkan
karena aktiva lancarnya menurun nilainya,sedangkan aktiva tetapnya tidak
berubah. Hal ini bisa terjadi karena debitur harus membayar kewajibannya kepada
pihak ketiga diluar bank, mungkin berupa hutang dagang, sehingga uang tunai
yang dimilikinya menurun. Hal ini dapat mengancam kemampuan nasabah membayar
hutangnya kepada bank.
- Aktiva tetap menurun
Turunnya nilai
aktiva tetap setelah revaluasi laporan keuangan, kemungkinan terjadi karena nasabah terpaksa
menjual atau mengganti sebagian atau seluruh aktiva tetapnya untuk memperoleh
dana, karena terjadinya kekurangan
dana.
- Biaya produksi naik tajam
Naiknya biaya
produksi secara tajam jika tidak
diimbangi dengan kenaikan penjualan dapat mengancam tingkat keuntungan. Dengan
kata lain perusahaan ini mungkin kalah efisien dibandingkan pesaing, yang
selanjutnya mempengaruhi penjualan.
- Penjualan meningkat namun laba menurun
Naiknya
penjualan diiringi dengan menurunnya laba, mungkin disebabkan turunya harga
produksi, sehingga volume penjualan menjadi naik, dan hal ini bisa mengakibatkan
turunnya kemampuan nasabah mengembalikan
kredit kepada bank.
- Debt Equity Ratio meningkat
Menurunnya
penjualan akan mengakibatkan pendapatan berkurang, sedangkan perusahaan harus
tetap mengeluarkan biaya tetap (fixed
cost) dan biaya variabel (variable cost) untuk kelangsungan
usahanya,sehingga nasabah berusaha memperoleh tambahan dana dengan jalan
meminjam dari berbagai pihakuntuk membiayai usahanya. Dilain pihak yang tidak
diimbangi dengan hasil penjualan minimal mencapai break even point,menyebabkan semakin menyusutnya modal kerja yang
ada. Hal tersebut mengakibatkan naiknya perbandingan jumlah hutang dengan modal
sendiri.
- Utang jangka panjang meningkat tajam
Penacarian
utang jangka panjang umumnya untuk memperoleh investasi barang
modal. Seperti mesin dan peralatan. Mungkin saja nasabah memperoleh bantuan
kredit dari pihak lain berupa kredit investasi. Hal ini boleh saja, hanya perlu diwaspadai jika kredit tidak
disertai bantuan modal kerja, maka suatu
saat ia akan mengalami kekurangan likuiditas.
- Muncul utang dari kreditur lain
Berdasarkan
laporan keuangan yang benar, maka dapat diketahui apakah nasabah diam-diam
memperoleh kredit dari keditur lain. Jika hal ini terjadi perlu diwaspadai,
karena mungkin nasabah mengalami kesulitan likuiditas, dan untuk mengatasi
nasabah tersebut tidak berani minta tambahan pada bank, tetapi mencari jalan
lain.
- Rasio keuntungan terhadap asset menurun
Jika terjadi
penurunan rasio keuntungan terhadap asset, berarti ada gejala menurunnya
kemampuan perusahaan memperoleh keuntungan.
- Laporan keuangan sering terambat
Terlambatnya
laporan keuangan perlu diwaspadai sebagai indikasi tidak tertibnya pembukuan
perusahaan nasabah. Ketidaktertiban
dapat diakibatkan berbagai sebab.
- Laporan keuangan tidak diaudit
Setiap pembukuan
atau laporan keuangan seyogianya diaudit oleh akuntan. Jika senganja tidak
diaudit dikawatirkan terjadinya rekayasa akan angka-angka dalam laporan
tersebut.
- Persentase laba terhadap aktiva menurun
Menurunnya
persentase laba bulan atau tahun sekarang dibandingkan bulan atau tahun lalu,
merupakan indikasi bahwa terjadi penurunan kinerja perusahaan. Jika penurunan
itu hanya sekali, mungkin masih diharapkan perkembangan bulan atau tahun depan.
Jika terjadi penurunan laba dari bulan ke bulan terus-menerus, maka hal ini
memberikan gejala yang berbahaya bagi perkembangan perusahaan tersebut.
- Laporan keuangan direkayasa
Ada kemungkinan
nasabah yang merasa terpaksa harus membuat secara rutin,dan ia tidak mampu
menyajikan neraca yang benar, maka ia
merekayasa laporan keuangan. Jika hal ini terjadi maka bank bisa terkecoh, karena itu perlu diteliti kebenaran
laporan tersebut dengan melakukan pengecekan on the spot.
- Harga penjualan terlalu rendah dan berada dibawah titik impas
Terjadinya
penjualan dengan harga yang terlalu rendah mungkin karena nasabah kalah
bersaing dengan harga yanglebih tinggi. Jika hal ini terjadi perlu diwaspadai
kemungkinan usaha nasabah akan mengalami kerugian.
- Masih belum ada pengkaderan dalam manajemen
Masalah
manajemen menyangkut masalah manusia yang secara alami akan mengalami proses
penuaan. Perlu diamati apakah nasabah yang sudah mendekati usia lanjut, telah
mempersiapkan pengkaderan demi kesinambungan perusahaannya.
- Net worth menurun
Menurunnya net
worth berarti menurunnya kekayaan yang dimiliki oleh sebuah perusahaan. Perlu
dipertanyakan mengapa terjadi penurunan.
Umumnya ini terjadi karena adanya kerugian.
PENUTUP
Kredit bermasalah yang
timbul sebagai akibat dari kurangnya kemampuan debitur untuk melaksanakan
kewajibannya membayar kembali kredit yang diterimanya. Kurangnya kemampuan
debitur di sini termasuk kurang/ketidakmampuan debitiur dalam hal mengelola
bisnisnya, baik disebabkan kelemahan manajemen maupun struktur permodalan.
Munculnya
kredit bermasalah sering dimulai dengan berbagai indikasi dan gejala sekedar
memberikan indikator (red flag) bagi
bank. kredit bermasalah itu sendiri tidak muncul secara mendadak dan seketika.
Umumnya tumbuh secara bertahap,dengan memberikan beberapa gejala. Tanda-tanda
tersebut seyogianya harus dapat diketahui oleh petugas kredit bank dengan
melakukan deteksi secara dini. ada
2 (dua) sumber untuk melihat adanya gejala atau indikasi kredit bermasalah,
yaitu :
a. Perilaku rekening
b. Perilaku Nasabah
c. Perilaku Kegiatan Bisnis
d. Perilaku Laporan Keuangan
Saran
Pemberi sukses
adalah bank yang mengelola kredit bermasalah pada suatu tingkat yang wajar yang
tidak menimbulkan kerugian bagi bank yang bersangkutan. Munculnya kredit
bermasalah sering dimulai dengan berbagai indikasi dan gejala sekedar
memberikan indikator (red flag) bagi
bank. Gejala ini merupakan tanda bahaya yang sangat berguna bagi bank dalam
mengantisipasi munculnya kredit bermasalah, dan tanda bahaya ini merupakan
upaya peringatan dini (early warning sign)
akan situasi kredit. Pendeteksian indikasi kredit bermasalah dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain melalui monitoring.
DAFTAR PUSTAKA
Askin, Zainal,
1997, Pokok-Pokok Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Badrulzaman,
Meriam Darus, 1991, Perjanjian Kredit Bank, cetakan Keempat, Penerbit PT Citra
Aditya Bakti, Bandung.
Djumhana,
Muhammad, 2003, Hukum Perbankan Di Indonesia, Cetakan Keempat, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Fuady,
Munir, 2002, Hukum Perkreditan Kontemporer, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Hasanuddin,
Rahman, 1998, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, PT.
Citra Aditya Bhakti, Bandung.
Ibrahim,
Johannes, 200, Cross Defauld dan Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit
Bermasalah, PT. Refika Aditama, Bandung.
Simorangkir,
O.P., 1989, Seluk Beluk Bank Komersil, Aksara Persada Indonesia, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar