Di dunia ini
manusialah yang bekuasa.Yang mengeksploitasi dan mengeksplorasi dunia ini
adalah manusia. Karena kekuasaannya itulah maka manusia merupakan pusat atau
titik sentral dari keseluruhan kegiatan kehidupan manusia di dunia ini. Dengan
demikian manusia merupakan subjek dan bukan objek. Sebagai subjek manusia mempunyai
kepentingan di dunia ini, mempunyai tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi
atau dilaksanakan, mempunyai kebutuhan hidup.
Sejak manusia dilahirkan sampai meninggal, sejak dulu sampai sekarang, bahkan
diwaktu mendatang, dimana-mana, yang mampu maupun yang tidak mampu, manussia
selalu mempunyai kepentingan, mempunyai tuntutan atau kebutuhan yang diharapkan
untuk dipenuhi.
Sewaktu masih bayi manusia membutuhkan air susu ibu, pakaian, kehangatan kasih
sayang ibu, beranjak besar butuh bermain-main dengan teman-temannya, kemudian
memerlukan sekolah, selanjutnya membutuhkan pekerjaan, pada saatnya nanti butuh
kawin, sampai pada saat kematinannya ia berkepentingan untuk dimakamkan.
Manusia mempunyai kepentingan untuk hidup.
Dalam kenyataanya kepentingan-kepentingan manusia selama ini selalu diancam
atau diganggu oleh pelbagai bahaya, yang merupakan kendala untuk dapat
dilaksanakan atau dipenuhinya harapannya.
Alam sering mengganggu kepentingan manusia dalam bentuk gempa bumi, banjir,
lumpur panas,
tsunami, tanah longsor, angin ribut. Binatang buas yang mengganggu ketenangan
hidup manusia seperti kawanan kera yang merusak panen, harimau yang masuk
pemukiman meresahkan penduduk. Tetapi gangguan atau bahaya terhadap kepentingan
manusia itu datangnya juga dari manusia sendiri: penipuan, pencurian,
tabrak lari, perselingkuhan, perzinahan, penculikan, pembunuhan, kekerasan dan
sebagainya.
Oleh karena kepentingan manusia selalu diganggu oleh bahaya
disekelilingnya, maka manusia menginginkan adanya perlindungan terhadap
kepentingan-kepentingannya, jangan sampai selalu diganggu oleh pelbagai bahaya
tersebut. Maka kemudian terciptalah perlindungan kepentingan berbentuk kaedah
sosial termasuk di dalamnya kaedah hukum.
Tatanan kaedah sosial dapat dibagi dua, yaitu kaedah sosial dengan aspek
kehidupan pribadi dan kaedah socsial dengan apek kehidupan antar pribadi (
Purnadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto, SH,.MA Perihal kaedah hukum,
Penerbit Aluni Bandung 1978)
Kaedah sosial dengan aspek kehidupan pribadi yaitu kaedah agama dan kaedah
kesusilaan, sedangkan kaedah sosial dengan aspek kehidupan antar pribadi adalah
kaedah sopan santun dan kaedah hukum.
Tujuan
kaedah agama dan kaedah kesusilaan adalah agar manusia menjadi sempurna, agar
supaya tidak ada manusia menjadi jahat. Kedua kaedah tersebut ditujukan kepada
sikap batin manusia sebagai individu. Kalau kaedah sama ditujukan kepada iman,
maka kaedah kesusilaan ditujukan kepada akhlak.
Dapatlah dikatakan bahwa rasio adanya hukum (raison d’etre-nya hukum) adalah
conflict of human interest, karena adanya konflik kepentingan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar