Penagihan Piutang Negara dengan Surat Paksa, Sita,
dan Lelang
Penagihan Sekaligus dengan Surat Paksa
PUPN Cabang dapat melakukan penagihan sekaligus dengan Surat Paksa dalam hal:
1. Pernyataan
Bersama telah dibuat, tetapi Penanggung Hutang tidak mentaati
kesepakatan yang tercantum dalam Pernyataan Bersama, dan atas hal itu
KP2LN telah melakukan peringatan secara tertulis; atau
2. Pernyataan Bersama tidak dapat dibuat, dan PUPN Cabang telah menerbitkan Penetapan Jumlah Piutang Negara (PJPN).
Ketentuan
tentang Surat Paksa terdapat pada Pasal 11 Undangundang Nomor 49 Prp.
Tahun 1960 tentang PUPN. Secara khusus, di dalam ketentuan di atas tidak
terdapat pengertian tentang Surat Paksa. Namun dari uraian Pasal 11
tersebut di atas dapat ditarik suatu pengertian bahwa Surat Paksa adalah
surat perintah yang berkepala “Demi Keadilan Berdsarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
yang dikeluarkan oleh Ketua PUPN kepada Penanggung Hutang untuk
membayar secara sekaligus seluruh hutangnya kepada negara berdasarkan
Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960.
Identik dengan Pernyataan Bersama, Surat Paksa juga mempunyai kekuatan yang sama seperti grosse akta dari
putusan hakim dalam perkara perdata, yang tidak dapat dimintakan
banding lagi pada hakim atasan. Surat Paksa ditandatangani oleh Ketua
PUPN. Pemberitahuan Surat Paksa dilaksanakan oleh Jurusita Piutang
Negara (JSPN) dengan menyatakan dan membacakan serta dituangkan dalam
Berita Acara Pemberitahuan Surat paksa (BAPSP).
Selanjutnya
apabila dalam jangka waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam
semenjak Pemberitahuan Surat Paksa, ternyata Penanggung Hutang tidak
memenuhi kewajiban pembayaran hutangnya kepada Negara, maka atas
perintah Ketua PUPN, JSPN melaksanakan penyitaan barang jaminan dan/atau
harta kekayaan lain milik Penanggung Hutang dan/atau
Penjamin Hutang, dan selanjutnya dijual secara lelang.
Penyitaan Barang Jaminan dan/atau Harta Kekayaan Lain
Penyitaan
terhadap barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain milik PH/PjH
termasuk harta kekayaan yang tersimpan di bank, saham, surat berharga,
dan lain-lain, yang dilakukan oleh PUPN dan merupakan tindakan hukum
lanjutan setelah perintah untuk membayar sejumlah uang tertentu, yang
tertuang dalam Surat Paksa, tidak ditaati oleh PH/PjH.
Penyitaan
dilakukan oleh Jurusita Piutang Negara atas dasar Surat Perintah
Penyitaan (SPP) yang ditandatangani oleh Ketua PUPN. Di dalam
melaksanakan tugasnya, Jurusita Piutang Negara didampingi oleh 2 (dua)
orang saksi. Kegiatan pelaksanaan penyitaan tersebut dituangkan dalam
Berita Acara Penyitaan yang ditandatangani bersama oleh Jurusita Piutang
Negara, Penanggung Hutang/Penjamin Hutang atau pihak yang
menempati/menguasai obyek sita, serta kedua saksi tersebut tersebut di
atas.
Satu
lembar salinan berita acara penyitaan dapat ditempelkan di tempat umum
atau pada barang yang disita tersebut berada. Hal ini dimaksudkan untuk
memenuhi azas publisitas. Oleh karena itu, barang-barang yang telah
disita tersebut harus diberitahukan kepada instansi yang berwenang untuk
dilakukan pencatatan sebagaimana mestinya. Salah satunya adalah ke
instansi Badan Pertanahan Nasional, khusus untuk barang tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan.
Pelelangan Barang Sitaan
Penjualan
barang sitaan melalui lelang dilakukan jika Penanggung Hutang tidak
menyelesaikan seluruh hutangnya kepada negara walaupun barang jaminan
dan/atau harta kekayaan lain miliknya telah disita. Pelelangan tersebut
dilaksanakan oleh KP2LN berdasarkan Surat Perintah Penjualan Barang
Sitaan (SPPBS) yang ditandatangani oleh Ketua PUPN.
Pelaksanaan
lelang barang sitaan dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang lelang. Dasar hukum utama
adalah Peraturan Lelang Stb. 1908 Nomor 189 jo. Stb. 1908 Nomor 190 jo.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 304/KMK.01/2002 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang. Berdasarkan ketentuan tersebut, pelaksanaan lelang
didahului
dengan pengumuman pada surat kabar harian yang beredar di kota tempat
kedudukan KP2LN yang bersangkutan. Cara penawaran lelang akan ditentukan
pada saat pelaksanaan lelang, namun demikian cara penawaran yang
diutamakan adalah penawaran secara terbuka dengan sistem lisan naiknaik.
Sebelum
lelang berlangsung, Kepala KP2LN selaku anggota PUPN Cabang terlebih
dahulu menetapkan nilai limit barang yang akan dilelang dengan
berpedoman kepada hasil penilaian (harga taksasi) yang dibuat oleh Tim
Penilai Internal KP2LN atau hasil penilaian perusahaan jasa penilai yang
independen. Pengertian nilai limit tersebut adalah harga dasar terendah
sebagai dasar persetujuan penjualan barang melalui lelang. Sedangkan
harga taksasi merupakan perkiraan nilai yang ditetapkan oleh Tim Penilai
atas suatu barang berdasarkan hasil penilaian yang dilaksanakan.
Hasil bersih lelang yang diperoleh akan diperhitungkan sebagai pembayaran hutang Penanggung Hutang. Sebanyak 10/11 bagian dari hasil bersih lelang tersebut diserahkan kepada Penyerah Piutang dan 1/11 bagian sisanya diperhitungkan sebagai pembayaran Biad PPN dan disetorkan ke Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar