Senin, 26 November 2012

Penagihan Piutang Negara dengan Surat Paksa, Sita, dan Lelang

Penagihan Piutang Negara dengan Surat Paksa, Sita,
dan Lelang
Penagihan Sekaligus dengan Surat Paksa
PUPN Cabang dapat melakukan penagihan sekaligus dengan Surat Paksa dalam hal:
1. Pernyataan Bersama telah dibuat, tetapi Penanggung Hutang tidak mentaati kesepakatan yang tercantum dalam Pernyataan Bersama, dan atas hal itu KP2LN telah melakukan peringatan secara tertulis; atau
2. Pernyataan Bersama tidak dapat dibuat, dan PUPN Cabang telah menerbitkan Penetapan Jumlah Piutang Negara (PJPN).
Ketentuan tentang Surat Paksa terdapat pada Pasal 11 Undangundang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang PUPN. Secara khusus, di dalam ketentuan di atas tidak terdapat pengertian tentang Surat Paksa. Namun dari uraian Pasal 11 tersebut di atas dapat ditarik suatu pengertian bahwa Surat Paksa adalah surat perintah yang berkepala “Demi Keadilan Berdsarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang dikeluarkan oleh Ketua PUPN kepada Penanggung Hutang untuk membayar secara sekaligus seluruh hutangnya kepada negara berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960.
Identik dengan Pernyataan Bersama, Surat Paksa juga mempunyai kekuatan yang sama seperti grosse akta dari putusan hakim dalam perkara perdata, yang tidak dapat dimintakan banding lagi pada hakim atasan. Surat Paksa ditandatangani oleh Ketua PUPN. Pemberitahuan Surat Paksa dilaksanakan oleh Jurusita Piutang Negara (JSPN) dengan menyatakan dan membacakan serta dituangkan dalam Berita Acara Pemberitahuan Surat paksa (BAPSP).
Selanjutnya apabila dalam jangka waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam semenjak Pemberitahuan Surat Paksa, ternyata Penanggung Hutang tidak memenuhi kewajiban pembayaran hutangnya kepada Negara, maka atas perintah Ketua PUPN, JSPN melaksanakan penyitaan barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain milik Penanggung Hutang dan/atau
Penjamin Hutang, dan selanjutnya dijual secara lelang.
Penyitaan Barang Jaminan dan/atau Harta Kekayaan Lain
Penyitaan terhadap barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain milik PH/PjH termasuk harta kekayaan yang tersimpan di bank, saham, surat berharga, dan lain-lain, yang dilakukan oleh PUPN dan merupakan tindakan hukum lanjutan setelah perintah untuk membayar sejumlah uang tertentu, yang tertuang dalam Surat Paksa, tidak ditaati oleh PH/PjH.
Penyitaan dilakukan oleh Jurusita Piutang Negara atas dasar Surat Perintah Penyitaan (SPP) yang ditandatangani oleh Ketua PUPN. Di dalam melaksanakan tugasnya, Jurusita Piutang Negara didampingi oleh 2 (dua) orang saksi. Kegiatan pelaksanaan penyitaan tersebut dituangkan dalam Berita Acara Penyitaan yang ditandatangani bersama oleh Jurusita Piutang Negara, Penanggung Hutang/Penjamin Hutang atau pihak yang menempati/menguasai obyek sita, serta kedua saksi tersebut tersebut di atas.
Satu lembar salinan berita acara penyitaan dapat ditempelkan di tempat umum atau pada barang yang disita tersebut berada. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi azas publisitas. Oleh karena itu, barang-barang yang telah disita tersebut harus diberitahukan kepada instansi yang berwenang untuk dilakukan pencatatan sebagaimana mestinya. Salah satunya adalah ke
instansi Badan Pertanahan Nasional, khusus untuk barang tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan.
Pelelangan Barang Sitaan
Penjualan barang sitaan melalui lelang dilakukan jika Penanggung Hutang tidak menyelesaikan seluruh hutangnya kepada negara walaupun barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain miliknya telah disita. Pelelangan tersebut dilaksanakan oleh KP2LN berdasarkan Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan (SPPBS) yang ditandatangani oleh Ketua PUPN.
Pelaksanaan lelang barang sitaan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang lelang. Dasar hukum utama adalah Peraturan Lelang Stb. 1908 Nomor 189 jo. Stb. 1908 Nomor 190 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 304/KMK.01/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Berdasarkan ketentuan tersebut, pelaksanaan lelang
didahului dengan pengumuman pada surat kabar harian yang beredar di kota tempat kedudukan KP2LN yang bersangkutan. Cara penawaran lelang akan ditentukan pada saat pelaksanaan lelang, namun demikian cara penawaran yang diutamakan adalah penawaran secara terbuka dengan sistem lisan naiknaik.
Sebelum lelang berlangsung, Kepala KP2LN selaku anggota PUPN Cabang terlebih dahulu menetapkan nilai limit barang yang akan dilelang dengan berpedoman kepada hasil penilaian (harga taksasi) yang dibuat oleh Tim Penilai Internal KP2LN atau hasil penilaian perusahaan jasa penilai yang independen. Pengertian nilai limit tersebut adalah harga dasar terendah sebagai dasar persetujuan penjualan barang melalui lelang. Sedangkan harga taksasi merupakan perkiraan nilai yang ditetapkan oleh Tim Penilai atas suatu barang berdasarkan hasil penilaian yang dilaksanakan.
Hasil bersih lelang yang diperoleh akan diperhitungkan sebagai pembayaran hutang Penanggung Hutang. Sebanyak 10/11 bagian dari hasil bersih lelang tersebut diserahkan kepada Penyerah Piutang dan 1/11 bagian sisanya diperhitungkan sebagai pembayaran Biad PPN dan disetorkan ke Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar