HUBUNGAN HUKUM DENGAN POLITIK
BAB
I
PENDAHULUAN
Hukum
dan politik merupakan subsistem dalam sistem kemasyarakatan. Masing-masing
melaksanakan fungsi tertentu untuk menggerakkan sistem kemasyarakatan secara
keseluruhan. Secara garis besar hukum berfungsi melakukan social control,
dispute settlement dan social engeneering atau inovation.sedangkan fungsi
politik meliputi pemeliharaan sistem dan adaptasi (socialization dan
recruitment), konversi (rule making, rule aplication, rule adjudication,
interestarticulation dan aggregation) dan fungsi kapabilitas (regulatif extractif,
distributif dan responsif).
Virgina
Held (etika Moral, 1989 106-123) secara panjang lebar membicarakan sistem hukum
dan sistem politik dilihat dari sudut pandang etika dan moral. Ia melihat
perbedaan diantara keduanya dari dasar pembenarannya. “Dasar pembenaran
deontologis pada khususnya merupakan ciri dan layak bagi sistem hukum,
sedangkan dasar pembenaran teleogis pada khususnya ciri dan layak bagi sistem
politik. Argumentasi deontologis menilai suatu tindakan atas sifat hakekat dari
tindakan yang bersangkutan, sedangkan argumentasi teleogis menilai suatu
tindakan atas dasar konsekuensi tindakan tersebut. Apakah mendatangkan
kebahagiaan atau menimbulkan penderitaan. Benar salahnya tindakan ditentukan
oleh konseku ensi yang ditimbulkannya, tanpa memandang sifat hakekat yang
semestinya ada pada tindakan itu.
Sistem
hukum, kata Held lebih lanjut memikul tanggung jawab utama untuk menjamin
dihormatinya hak dan dipenuhinya kewajiban yang timbul karena hak yang
bersangkutan. Dan sasaran utama sistem politik ialah memuaskan kepentingan
kolektif dan perorangan. Meskipun sistem hukum dan sistem politik dapat
dibedakan, namun dalan bebagai hal sering bertumpang tindih. Dalam proses
pembentukan Undang-undang oleh badan pembentuk Undang-undang misalnya. Proses tersebut
dapat dimasukkan ke dalam sistem hukum dan juga ke dalam sistem politik, karena
Undang-undang sebagai output merupakan formulasi yuridis dari kebijaksanaan
politik dan proses pembentukannya sendiri digerakkan oleh proses politik.
BAB
II
POKOK
PERMASALAHAN
Dari
uraian singkat diatas maka penulis melakukan identifikasi guna pembatasan
permasalahan yang akan dibahas berkaitan dengan penulisan tugas pada mata
kuliah Politik Hukum ini yaitu mengenai hubungan politik dengan hukum dan
penyelewengan prinsi-prinsip hukum yang terjadi pada masa orde baru yang
cenderung mengkonsentrasikan kekuasaan dengan memonopoli alat-alat kekuasaan
demi tercapainya kepentingan-kepentingan politik tertentu
BAB
III
PEMBAHASAN
Hukum
dan politik sebagai subsistem kemasyarakatan adalah bersifat terbuka, karena
itu keduanya saling mempengaruhi dan dipengaruhi ole subsistem lainnya maupun
oleh sistem kemasyarakatan secara keseluruhan. Walaupun hukum dan politik
mempunyai fungsi dan dasar pembenaran yang berbeda, namun keduanya tidak saling
bertentangan. Tetapi saling melengkapi. Masing-masing memberikan kontribusi
sesuai dengan fungsinya untuk menggerakkan sistem kemasyarakatan secara
keseluruhan. Dalam masyarakat yang terbuka dan relatif stabil sistem hukum dan
politiknya selalu dijaga keseimbangannya, di samping sistem-sitem lainnya yang
ada dalam suatu masyarakat.
Hukum
memberikan kompetensi untuk para pemegang kekuasaan politik berupa
jabatan-jabatan dan wewenang sah untuk melakukan tindakan-tindakan politik
bilamana perlu dengan menggunakan sarana pemaksa. Hukum merupakan pedoman yang
mapan bagi kekuasan politik untuk mengambil keputusan dan tindakan-tindakan
sebagai kerangka untuk rekayasa sosial secar tertib. Prof. Max Radin menyatakan
bahwa hukum adalah teknik untuk mengemudikan suatu mekanisme sosial yang ruwet.
Dilain pihak hukum tidak efektif kecuali bila mendapatkan pengakuan dan diberi
sanksi oleh kekuasaan politik. Karena itu Maurice Duverger (Sosiologi Politik
1981:358) menyatakan: “hukum didefinisikan oleh kekuasaan; dia terdiri dari
tubuh undang-undang dan prosedur yang dibuat atau diakui oleh kekuasaan
politik.
Hukum
dan politik mempunyai kedudukan yang sejajar. Hukum tidak dapat ditafsirkan
sebagai bagian dari sistem politik. Demikian juga sebaliknya. Realitas hubungan
hukum dan politik tidak sepenuhnya ditentukan oleh prinsp-prinsip yang diatur
dalam suatu sistem konstitusi, tetapi lebih dtentukan oleh komitmen rakyat dan
elit politik untuk bersungguh-sungguh melaksanakan konstitusi tersebut sesuai
dengan semangat dan jiwanya. Sebab suatu sistem konstitusi hanya mengasumsikan
ditegakkannya prinsi-prinsip tertentu, tetapi tidak bisa secara otomatis
mewujudkan prinsi-prinsip tersebut. Prinsip-prinsip obyektif dari sistem hukum
(konstitusi) sering dicemari oleh kepentingan-kepentingan subyektif penguasa
politik untuk memperkokoh posisi politiknya, sehingga prinsip-prinsip
konstitusi jarang terwujud menjadi apa yang seharusnya, bahkan sering
dimanipulasi atau diselewengkan.
Penyelewengan
prinsi-prinsip hukum terjadi karena politik cenderung mengkonsentrasikan
kekuasaan ditangannya dengan memonopoli alat-alat kekuasaan demi tercapainya
kepentingan-kepentingan politik tertentu. Di samping itu seperti dicatat oleh
Virginia Held (Etika Moral 1989; 144) keputusan-keputusan politik dapat
bersifat sepenuhnya ekstra legal, selama orang-orang yang dipengaruhinya
menerima sebagai berwenang. Jika keputusan seorang pemimpin, betapapun sewenang
wenang ataupun tidak berhubungan dengan peraturan-peraturan tertentu, diterima
oleh para pengikutnya, maka keputusan itu mempunyai kekuatan politik yang sah.
Dengan memonopoli penggunaan alat-alat kekuasaan dan mengkondisikan penerimaan
oleh masyarakat, maka politik mampu menciptakan kekuasaan efektif tanpa
memerlukan legalitas hukum.
Hukum
tidak ditempatkan pada posisi sentral protes input output sistem kemasyarakatan
secara keseluruhan. Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, kita mengalami
hubungan hukum dengan politik yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang
diamanatkan dalam UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 dengan jelas mengamanatkan
susunan negara RI yang berkedaulatan rakyat . Dan penjelasan umum UUD 1945
mengenai sistem Pemerintahan Negara dengan gamblang menentukan antara lain
bahwa Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtstaat) tidak berdasar atas
kekuasaan belaka (machtsstaat) serta pemerintahan berdasar atas sistem
konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak
terbatas).
Di
masa Orde Lama prinsip-prinsip tersebut diselewengkan. Kedaulatan tidak berada
di tangan rakyat, tetapi berpindah ke tangan “Pemimpin Besar Revolusi”. Hukum
disubordinasikan pada politik Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi dalam
praktek menjadi pemerintahan berdasar Penetapan Presiden (Penpres) dan
Peraturan Presiden (perpres). Hubungan hukum dan politik pada Orde Lama
berjalan tidak seimbang. Hukum kehilangan wibawanya dan melorot peranannya
menjadi pelayan kepentingan politik, karena waktu itu politik dinobatkan
menjadi panglima. Orde Baru yang bangkit pada awal tahun 1966 melakukan koreksi
terhadap berbagai penyelewengan yang terjadi pada masa Orde Lama dan bertekad
mengembalikan tatanan kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan pada kemurnian
pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945.
Hasil-hasil
selama ini tampak nyata khususnya dalam penataan kembali kehidupan hukum dan
politik sebagai pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Namun perlu dicatat pula bahwa dalam perjalanan waktu tampaknya godaan
pragmatisme pembangunan sulit dikendalikan, di mana pencapaian sasaran-sasaran
kuantitatif yang terukur dengan angka-angka statistik menjadi ukuran
keberhasilan. Artinya dasar pembenaran teleogis dari politik yang mengedepan,
tidak diimbangi oleh pembenaran deontologis dari sistem hukum yang menekankan
pada prinsip-prinsip yang seharusnya ditegakkan berdasarkan konstitusi dan
hukum.
Di
samping itu kekuasaan tak jarang menampakkan wajahnya yang arogan dan tak
terjangkau oleh kontrol hukum maupun rakyat melalui lembaga perwakilan. Padahal
salah satu esensi dari negara yang berdasar atas hukum adalah bahwa
kekuasaanpun mesti tunduk dan bertanggung jawab untuk mematuhi hukum. Kekuasaan
politik yang dijalankan dengan menghormati hukum, merupakan yang dijalankan
sesuai dengan kehendak rakyat yang berdaulat. Carol C Gould (Demokrasi ditinjau
Kembali 1993: 244) menyatakan: “mematuhi hukum sebagai bagian dari kewajiban
politik”. Aturan hukum dan juga kehidupan sosial yang berperaturan berfungsi
sebagai salah satu kondisi bagi kepelakuan. Hukum mencegah gangguan dan
sekaligus menjaga stabilitas dan koordinasi kegiatan masyarakat. Dengan
demikian memungkinkan tindakan orang lain dan membuat rencana masa depan.
Gejala
mengutamakan pencapaian target dengan kurang mengindahkan prinsip-prinsip yang
mesti ditegakkan dan arogansi kekuasaan apabila tidak segera diatasi merupakan
kendala dalam merealisasikan komitmen Orde Baru untuk menegakkan konstitusi,
demokrasi dan hukum. Untuk menegakkan konstitusi, demokrasi dan hukum tak cukup
hanya dengan kemauan politik yang selalu dijadikan retorika, yang lebih penting
adalah melakukan upaya nyata melaksanakan konstitusi, mengembangkan demokrasi
dan membangun wibawa hukum dalam praktek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Hal
itu akan menjadi realitas apabila sistem hukum dan politik berfungsi dengan
baik menurut kewenangan-kewenangan sah yang diatur dalam konstitusi. Sistem
check and balance akan terlaksana bila kekuasaan politik menghormati hukum dan
dikontrol oleh rakyat secara efektif melalui lembaga perwakilan rakyat. Untuk
mewujudkan lembaga hukum dan politik yang saling melengkapi memang diperlukan
komitmen yang kuat dan kesungguhan melaksanakan demokratisasi dan penegakkan
wibawa hukum. Semua itu bergantung kepada pemahaman dan tanggung jawab kita
yang lebih dalam untuk memfungsikan lembaga hukum dan politik sesuai dengan
jiwa dan semangat konstitusi, maupun dalam membangun budaya masyarakat yang
kondusif untuk menegakkan prinsip-prinsip tersebut
BAB
IV
PENUTUP
Hukum
memberikan dasar legalitas bagi kekuasaan politik dan kekuasaan politik membuat
hukum menjadi efektif. Atau dengan kata lain dapat dikemukakan bahwa hukum
adalah kekuasaan yang diam dan politik adalah hukum yang in action dan
kehadirannya dirasakan lebih nyata serta berpengaruh dalam kehidupan
kemasyarakatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar