BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan kita sekarang ini sudah sangat jauh dari hukum-hukum alam,
yang digantikan oleh hukum-hukum buatan manusia sendiri yang sangat
egoistis dan mengandung nilai hedonis yang sangat besar, sehingga kita
pun merasakan betapa banyaknya bencana yang melanda diri kita. Etika
hubungan kita yang humanis dengan tiga kompenen relasional hidup kita
sudah terabaikan begitu jauh, jadi jangan harap hidup kita di masa
mendatang akan tetap lestari dan berlangsung harmonis dengan alam.
Makalah ini kami susun berdasarkan Tugas Mata Kuliah Filsafat Umum,
dengan sub bahasan “ Filsafat Positifisme ”. Makalah ini dititikberatkan
pada pemikiran-pemikiran para folosof aliran positivisme.
1.2 Tujuan Pembahasan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memaparkan
perkembangan-perkembangan filsafat modern pada saat lahirnya filsafat
positifisme. Dan agar pembaca mengetahui seperti apakah
pemikiran-pemikiran para filosof yang beraliran positivisme.
1.3 Rumusan Masalah
1.3.1 Bagaimana pemikiran-pemikiran fungsional para filosof positivisme ?
1.3.2 Siapa sajakah tokoh-tokoh dalam filsafat positivisme ?
1.3.3 Bagaimanakah tahapan-tahapan dalam filsafat positivisme ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Filsafat Positivisme
Positivisme adalah salah satu aliran filsafat modern yang berpangkal
dari fakta yang positif, sesuatu yang di luar fakta atau kenyataan
dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan. Filsafat
positivisme lahir pada abad ke-19. Titik tolak pemikirannya, apa yang
diketahui adalah yang factual dan yang positif, sehingga metefisikanya
ditolak.
Yang dimaksud dengan positif adalah segala gejala dan segala yabg
tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman objektif. Jadi, setelah
fakta diperolehnya, fakta-fakta tersebut kita atur sehingga dapat
memberikan semacam asumsi (proyeksi) ke masa depan.
2.2 Tokoh-Tokoh Filsafat Positivisme
a). Auguste Comte ( 1798 – 1857 )
Ia adalah orang yang menokohi munculnya aliran positivisme. Ia lahir di
Hontpeller, Perancis. Sebuah karya penting “ Cours de Philisophia
Positivie “ (Kursur tentang filsafat positif), ini berjasa dalam
mencipta ilmu sosiologi. Ia berpendapat bahwa indera itu amat penting
dalam memperoieh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu
dan diperkuat dengan experiment. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi
lewat experiment-experiment memerlukan ukuran yang jelas. Panas diukur
dengan derajat panas, jauh diukur dengan meteran, berat dengan kiloan,
dsb. Kita tidak cukup mengatakan api panas, matahari panas, kopi panas.
Ketika panas kita memerlukan ukuran yang teliti. Dari sinilah kemajuan
sains benar-benar dimulai.
Jadi pada dasarnya positifisme bukanlah suatu aliran yang khas berdiri
sendiri. Ia hanya menyempurnakan empirisme dan rasionalisme yang bekerja
sama. Dengan kata lain, ia menyempurnakan metode ilmiah dengan
memasukkan experiment dan ukuran-ukuran. Jadi, pada dasarnya
positifisame itu sama dengan empirisme plot rasionalisme. Hanya saja,
pada empirisme menerima pengalaman batiniyah, sedangkan pada positivisme
membatasi pada perjalanan objektif saja.
b). H. Taine ( 1828 – 1893 )
Ia mendasarkan diri pada positivisme dan ilmu jiwa, sejarah, politik, dan kesastraan.
c). Emile Durkheim ( 1852 – 1917 )
Ia menganggap positivisme sebagai asas sosiologi.
d). John Stuart Mill ( 1806 – 1873 )
Ia adalah seorang filosof Inggris yang menggunakan system positivisme pada ilmu jiwa, logika, dan kesusilaan.
2.3 Tahapan-Tahapan pada Positivisme
Menurut Auguste Comte, perkembangan perkembangan pikiran manusia baik
perorangan maupun bangsa melalui 3 tahapan, yaitu tahap teologis, tahap
metafisis, dan tahap ilmiah / positif.
a). Tahap Teologis
Tahap dimana manusia percaya bahwa di belakang gejala-gejala alam
terdapat kuasa-kuasa adikodrasi yang mengatur fungsi dan gerak
gejala-gejala tersebut.
Tahap Teologis ini dibagi menjadi 3 periode :
· Periode pertama di mana benda-benda dianggap berjiwa (Animisme)
· Periode kedua di mana manusia percaya pada dewa-dewa (Politeisme)
· Periode ketiga manusia percaya pada satu Alloh sebagai Yang Maha Kuasa (Monoteisme).
b). Tahap Metafisis
Hendak
menerangkan segala sesuatu melalui abstraksi. Pada tahap ini manusia
hanya sebagai tujuan pergeseran dari tahap teologis. Sifat yang khas
adalah kekuatan yang terjadi bersifat adikodrasi, diganti dengan
kekuatan-kekuatan yang mempunyai pengertian abstrak yang diintrogasikan
dengan alam.
c). Tahap Ilmiah / Positif
Yaitu
ketika orang tidaklagi berusaha mencapai pengetahuan yang mutlak baik
teologis maupun metafisis. Sekarang orang berusaha mendapatkan
hukum-hukum dari fakta-fakta yang didapati dari pengamatan dan akalnya.
Tujuan tertinggi dari zaman ini akan tercapai bilamana gejala-gejala
telah dapat disusun dan diatur di baeah satu fakta yang umum saja.
Hukum
3 tahap ini tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat
manusia, tetapi juga berlaku bagi tahap perorangan. Umpamanya sebagai
kanak-kanak adalah teologi, sebagai pemuda menjadi metafisis, dan
sebagai seorang dewasa adalah seorang fisikus.
Urutan
perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan tersusun sedemikian rupa, sehingga
yang satu selalu mengandalkan semua ilmu yang mendahuluinya. Dengan
demikian Comte menemoatkan deretan ilmu pengetahuan dengan urutan
sebagai berikut : ilmu pasti, astronomi, fisika, bioligi, dan sosiologi.
Auguste Comte berkayakinan bahwa pengetahuan manusia melewati tiga tahapan sejarah :
ü Pertama, Tahapan Agama dan Ketuhanan
Pada tahapan ini untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi hanya berpegang kepada kehendak Tuhan.
ü Tahapan kedua adalah Tahapan Filsafat
Menjelaskan
fenomena-fenomena dengan pemahaman-pemahaman metafisika seperti
kausalitas, substansi dan aksiolen, esensi dan akstensi.
ü Positifisme sebagai tahapan ketiga
Menafikan
semua bentuk tafsir agama dan tinjauan filsafat serta hanya
mengedepankan metode empiris dalam menyingkap fenomena-fenomena.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada hakikatnya Positifisme adalah salah satu aliran filsafat modern yang berpangkal dari fakta yang positif.
Di negeri Perancis, telah muncul aliran baru, yaitu "positivisme", yang
ditikohi oleh Auguste Comte (1798 – 1857). Menurut Comte, jiwa dan budi
adalah basis dari teraturnya masyarakat. Maka, jiwa dan budi haruslah
mendapatkan pendidikan yang cukup dan matang. Dikatakan bahwa sekarang
ini sudah masanya harus hidup dengan pengabdioan ilmu yang positif,
yaitu matematika, fisika, biologi, dan ilmu kemasyarakatan. Adapun yang
tidak positif tidak dapat kita alami, dan sebaliknya orang bersikap
tidak tahu menahu.
Adapun budi itu mengalami tiga tingkatan. Tingkatan pertama adalah
tingkatan teologi, yang menerangkan segala sesuatu dengan
pengaruh-pengaruh dan sebab-sebab yang melebihi kodrat; tingkatan kedua
adalah tingkatan metafisika, yang hendak menerangkan segala sesuatu
melalui abstraksi; tingkatan ketiga adalah tingkatan positif, yang hanya
memperhatikan yang sungguh-sungguh serta sebab yang sudah ditentukan.
Tokoh-tokoh dalam positivisme antara lain adalah H.Taine (1828 – 1893),
yang mendasarkan diri pada positivisme dan ilmu jiwa, sejarah, politik
dan kesastraan. Emile Durkheim (1858 – 1917), yang mengaggap positivisme
sebagai asas sosiologi. John Stuart Mill (1806 – 1873), seorang
filosof Inggris yang menggunakan system positivisme pada ilmu jiwa,
logika, dan kesusilaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Asmoro. 1995. Filsafat Umum. Jakarta : Raja Grafindo Perkasa
Bagus, Lorens. 1991. Metafisika. Jakarta : Gramedia
Bertens, K. 1973. Sejarah Filsafat Yunani. Jakarta : Kanisius
Suhartoni, Suparlan. 2005. Sejarah Pemikiran Filsafat Modern. Jogjakarta : Ar-Ruzz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar